MAKALAH AGROKILIMATOLOGI
DISUSUN OLEH :
ISMAIL ARIFAL
NURHUDA
DOSEN
PENGASUH :Dr.Ir.Yopie Moelhadi.Msi
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PALEMBANG JURUSAN AGROTEKNOLOGI (A)
2015
BAB I
Pendahuluan
A .
Latar Belakang
Tanaman tebu merupakan tanaman
perkebunan semusin yang mempunyai sifat tersendiri sebab didalam batangnya
terdapat zat gula. Tebu berkembang biak di daerah beriklim udara sedang sampai
panas. Berbagai varietas tebu telah diluncurkan oleh Kementrian Pertanian untuk
meningkatkan produksi petani. Kualitas bibit tebu merupakan salah satu faktor
yang sangat menentukan keberhasilan pengusahaan tanaman tebu. Bibit tebu yang
baik adalah bibit yang cukup 5 – 6 bulan, murni (tidak tercampur varietas
lain), bebas dari penyakit dan tidak mengalami kerusakan fisik. Tanaman tebu
mempunyai batang yang tinggi dan kurus, tidak bercabang dan tumbuh tegak. Tebu
yang tumbuh baik tinggi batangnya dapat mencapai 3-5 m atau lebih. Batang tebu
beruas-ruas dengan panjang ruas 10– 30 cm. Daun berpangkal pada buku batang
dengan kedudukan yang berseling.
Pemanenan tebu dilakukan pada saat
tingkat kemasakan optimum, yaitu pada saat tebu dalam kondisi mengandung gula
tertinggi. Umur panen tanaman tebu berbeda-beda tergantung jenis tebu. Varietas
genjah masak optimal pada umur lebih dari 12 bulan, varietas sedang masak
optimal pada umur 12-14 bulan, dan varietas dalam masak optimal pada umur lebih
dari 14 bulan. Panen dilakukan pada bulan Agustus saat rendemen maksimal
dicapai. Tanaman tebu yang telah memasuki umur cukup untuk panen kemudian
dilakukan tebang angkut. Kegiatan tebang angkut harus tepat karena penanganan
yang tidak tepat dapat menimbulkan kerugian cukup besar. Panen tebu dilakukan
dengan menebang batang-batang tebu yang sehat, mengumpulkan dan mengangkut ke
pabrik gula untuk digiling. Penebangan dapat dilakukan secara manual maupun
secara mekanis atau tenaga mesin. Penebangan tebu secara manual dilakukan
dengan caramembongkar guludan tebu dan mencabut batang-batang tebu secara utuh
kemudian dibersihkan dari akar, pucuk, daun kering, dan kotoran lainnya.
Tebangan yang baik harus memenuhi standar kebersihan tertentu yaitu kotoran tidak
lebih dari 5%.
Mempelajari tanaman tebu
membutuhkan pengetahuan melalui morfologi yang ditampakkan. Morfologi dari
penampakan visual yaitu dari bagian daun tebu, batang tebu, dan mata tunas
tebu. Dari tiap varietas tebu memiliki ciri yang berbeda-beda. Misalnya dari
bentuk ruas tebu terdiri dari silindris, tong, kelos, konis, konis terbalik,
dan cembung. Perlu diperhatikan dalam mempelajari tanda pengenal yang terdapat
pada daun ialah pelepah daun dengan bagian-bagiannya terutama bulu-bulu bidang
punggung dan telinga dalam. Batang tanaman tebu terdapat ruas-ruas, disertai
buku-buku ruas yang terdapat mata tunas yang akan mampu tumbuh menjadi tanaman
baru. Hal yang perlu diperhatikan dalam mempelajari tanda pengenal pada batang,
ialah bentuk ruasnya, selain itu juga sifat-sifat yang ada pada ruas itu
sendiri.
Mata tunas yang terletak
pada buku-buku ruas batang berupa kuncup tebu. Kuncup tersebut dari pangkal ke
ujung batang tanaman berada di sebelah kanan dan kiri secara bergantian dan
selalu terlindungi oleh pangkal pelepah daun. Hal yang perlu diperhatikan dalam
mempelajari tanda-tanda pengenal yang terdapat pada mata tunas ialah tepi sayap
mata, rambut jambul, dan rambut tepi basal mata.
B. Tujuan
1. Tujuan dari
makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana meningkatkan produksi tanaman
tebu...................................................................................................................?
2. Untuk
mengetahui cara pengendalian yang tepat dalam meningkatkan tanaman tebu..?
3. Teknik
budidaya tanaman tebu yang
benar....................................................................?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Indonesia
merupakan salah satu negara beriklim tropis, sehingga berbagai jenis tanaman
dapat tumbuh dengan mudah di Indonesia. Banyak manfaat yang dapat kita ambil
dari tanaman-tanaman tersebut. Salah satunya adalah tanaman tebu (Saccharum
officinarum L.). Tebu merupakan salah satu jenis tanaman yang hanya dapat
ditanam di daerah yang memiliki iklim tropis. Luas areal tanaman tebu di
Indonesia mencapai 344 ribu hektar dengan kontribusi utama adalah di Jawa Timur
(43,29%), Jawa Tengah (10,07%), Jawa Barat (5,87%), dan Lampung (25,71%). Pada
lima tahun terakhir, areal tebu Indonesia secara keseluruhan mengalami stagnasi
pada kisaran sekitar 340 ribu hektar. Seluruh perkebunan tebu yang ada di
Indonesia, 50% di antaranya adalah perkebunan rakyat, 30% perkebunan swasta,
dan hanya 20% perkebunan negara. Pada tahun 2004 produksi gula Indonesia
mencapai 2.051.000 ton hablur (Andaka, 2011).
Telah
banyak varietas tebu yang telah dibudidayakan di indonesia, untuk mengetahui
karakteristik dari suatu varietas tebu, maka terlebih dahulu diperlukan untuk
mempelajari dasar-dasar cara pengenalan varietas tebu. Tata cara untuk mengenal
klon-klon (varietas) tebu secara morfologis dapat digunakan sebagai pedoman
dalam mengenal varietas tebu secara lengkap, namun apabila ingin mempercepat
dalam pengenalan varietas maka perlu memperhatikan bagian-bagian tanaman yang
penting saja antara lain telinga dalam, bulu bidang punggung, bentuk ruas,
susunan ruas, penampang melintang ruas dan bentuk mata, sebab setiap klon atau
varietas tebu memiliki ciri khas yang berbeda dengan lainnya (Pakpahan, 2005).
Umumnya tebu berkembang biak secara vegetatif, yakni dengan cara pertunasan.
Pertumbuhan dimulai dari perkembangan akar pada bagian pita akar (root band)
yang terdapat pada potongan batang atau bibit tebu (original cuting) yang telah
ditanam. Selanjutnya, tunas pertama (primary shoot) yang diikuti dengan tunas
kedua (secondary shoot) tumbuh dari mata tunas (eye or bud) yang terdapat pada
bibit tebu tersebut, sedangkan akar-akar tunas berkembang pada bagian pita akar
yang terdapat pada tunas pertama dan tunas kedua. Cadangan makanan untuk
tunas-tunas baru tersebut pada awalnya disuplai oleh sistem perakaran bibit
tebu, sehingga pertunasan tebu bergantung pada sistem perakaran dari bibit
tersebut selama 3-6 minggu atau sampai seberapa lama akar-akar baru pada tunas
dapat mencukupi kebutuhan air, oksigen, dan nutrisi yang diperlukan (Humbert
dalam Syafriandi, 2012). Selama ini produk utama yang dihasilkan dari tebu
adalah gula, sementara buangan atau hasil samping yang lain tidak begitu
diperhatikan. Kecuali tetes tebu yang sudah lama dimanfaatkan untuk pembuatan
etanol dan bahan pembuatan monosodium glutamate (MSG). atau ampas tebu yang
dimanfaatkan terbak, bahan baku pembuatan pupuk serta sebagai bahan baku untuk
makanan boiler. Namun penggunaannya terbatas dan nilai ekonomi yang diperoleh
juga belum tinggi. Sedangkan beraneka macam limbah dalam proses produksi
seperti gula, blotong dan abu terbuang percuma. Bahkan untuk buangan
limbahnyapun menimbulkan pencemaran lingkungan sehingga menambah pengeluaran
dari pabrik gula sendiri (Misran, 2005).
Tebu (Saccharum officinarum) merupakan salah
satu tanaman perkebunan yang cukup penting di Indonesia. Pada umumnya tebu
digunakan sebagai bahan baku produksi gula. Salah satu industri perkebunan gula
yang masih terus mengusahakan peningkatan produksi gula adalah PT. Gunung Madu
Plantations (GMP). Pengolahan tanah yang diterapkan dalam perkebunan tebu ini
adalah sistem olah tanah intensif terus menerus selama 35 tahun. Pengolahan
tanah secara intensif dapat menyebabkan kerusakan struktur tanah, mempercepat
terjadinya erosi tanah, dan penurunan kadar bahan organik tanah yang
berpengaruh juga terhadap keberadaan biota tanah, termasuk cacing tanah.
Produksi gula di PT. GMP dapat ditingkatkan dengan dilakukan pembenahan media
tanam (tanah) tebu sehingga dapat tumbuh dengan baik. Perbaikan itu dapat
dilakukan dengan merubah sistem pengolahan tanahnya dan juga memberikan bahan
organik ke dalam tanah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
menggunakan sistem Tanpa Olah Tanah (TOT) dan pengaplikasian BBA (bagas,
blotong, abu) tebu yang dihasilkan dari sisa produksi PT. GMP itu sendiri
(Batubara, 2013). Pembanguan pertanian tidak hanya ditujukan untuk memantapkan
swasembada pangan saja, tetapi juga mencakup usaha-usaha peningkatan produksi
pangan mencakup kebutuhan pokok lain diantaranya kebutuhan akan gula. Dari
beberapa media masa diberitakan bahawa kebutuhan gula masih dipasok dari gula
impor, karena produksi tebu sebagai bahan baku gula belum mencukupi. Evaluasi
diperlukan untuk mencapai sasaran yang dimaksud. Dalam evaluasi lahan dikenal
adanya suatu sistem klasifikasi yaitu klasifikasi kemampuan lahan yang
dilakukan untuk menilai faktor-faktor yang menentukan daya guna lahan kemudian
mengelompokkan penggunaan lahan sesuai dengan sifat yang dimilikinya. Dalam
klasifikasi kemampuan lahan yang dinilai hanyalah faktor-faktor pembatas lahan
(Widianto dalam Arifin, 2003).
Industri
gula kita sedang mengalami masalah besar, bahkan berada di ambang kematian.
Produksinya berkurang karena rendahnya pasokan tebu dari petani. Kondisinya
semakin memprihatinkan karena diberondong oleh gula selundupan dan gula impor.
Turunnya produktivitas tebu dari petani diyakini disebabkan oleh peralihan
penanaman tebu dari lahan basah ke lahan kering. Jika tahun 1930an, produksi
rata- rata petani tebu Indonesia 13 ton hablur per hektar. Sekarang produksi di
lahan kering rata- rata hanya 3 hingga 4 ton hablur per hektar. Penyebab utama
turunnya produksi tebu petani adalah mutu bibit yang buruk. Oleh karena
pengetahuan dan kemampuan yang terbatas, petani tidak mengganti bibit yang
ditanam dengan varietas yang lebih baik. Cara ini beresiko besar terhadap
penyakit yang dapat menurunkan produksi hingga 30% (Abdurrahman, 2008).
Sebelum
penyakit sereh timbul dan menyerang tanaman tebu, varietas tebu yang banyak
ditanam adalah tebu cirebon hitam dan tebu jepara putih. Tetapi setelah
penyakit sereh menyerang hebat, Balai Penelitian Tebu pada waktu itu berusaha
mencari varietas tahan dengan membuat persilangan antara varietas liar
Saccharum spontaneum dan varietas yang sudah dibudidayakan yaitu Saccharum
officinarum. Tebu liar S. Spontaneum mempunyai batang yang keras dan banyak
rumpun, sedangkan tebu S. Officinarum mempunyai rasa manis. Dari persilangan
dua varietas tersebut diperoleh di antaranya yang menonjolaalh POJ-2878.
Varietas ini mampu menaikkan produksi gula negara sampai kira- kira 25%
(Mangoendidjojo, 2003). Dari proses pembuatan tebu akan dihasilkan gula 5%,
ampas tebu 90% dan sisanya berupa tetes ( molase) dan air. Karena sari tebu
tidak bisa diolah menjadi gula semuanya, maka tebu pun diolah menjadi pakan
ternak dan alkohol. Selain itu tsanaman tebu (Sacharum officanarum L) merupakan
tanaman perkebunan semusim yang mempunyai sifat tersendiri, sebab di dalam
batangnya terdapat zat gula. Tebu termasuk keluarga rumput- rumputan (
Gramineae) seperti halnya padi, jagung glagah, bambu dan lain- lain. Daun tebu
ini bisa digunakan sebagai bahan bakar untuk memesak. Karena daun tebu kering
cepat panas, pembakarannya setara dengan minyak tanah (Comic, 2010).
Berdasarkan karakteristik Daunnya, daun tebu merupakan daun tidak lengkap, yang
terdiri dari helai daun dan pelepah daun saja, sedang tangkai daunnya tidak
ada. Diantara pelepah daun dan helai daun bagian sisi luar terdapat sendi
segitiga daun, sedang pada bagian sisi dalamnya terdapat lidah daun. Yang perlu
diperhatikan dalam mempelajari tanda pengenal yang terdapat pada daun ialah
pelepah daun dengan bagian-bagiannya terutama bulu-bulu bidang punggung dan
telinga dalam (Indrawanto, 2010).
1 ) . Morfologi dan Botani tanaman tebu
a.
Morfologi tanaman tebu
Morfologi
batang tebu, batang tebu biasanya tumbuh tegak atau berdiri lurus mencapai
ketinggian antara 2,5 m – 4 m atau lebih, batang dari tanaman tebu tersusun
dari ruas-ruas dan diantara ruas-ruas tersebut dibatasi oleh buku-buku ruas
dimana terletak mata yang dapat tumbuh menjadi kuncup tanaman baru. Disamping
itu terdapat mata akar tempat keluarnya akar untuk kehidupan kuncup tersebut,
yang perlu diperhatikan untuk mempelajari tanda pengenal yang terdapat pada
batang yaitu harus benar-benar diperhatikan bentuk ruasnya, disamping itu juga
sifat-sifat yang terdapat pada ruas itu sendiri.
Morfologi
dari daun tebu, dimana daun tebu sendiri merupakan daun yang tidak lengkap
karena hanya tersusun dari pelepah daun dan helai daun, pada daun tebu sendiri
tidak memiliki tangkai daun. Diantara pelepah daun dan helai daun bagian sisi
luar terdapat sendi segitiga daun, sedangkan pada sisi bagian dalamnya terdapat
lidah daun. Selain itu juga terdapat bulu-bulu dan duri di sekitar pelepah dan
helai daun. Adanya bulu pada daun tebu juga menyebabkan gatal pada kulit jika kita
bersentuhan langsung dengan daunnya. Kondisi ini kadang membuat kurang
berminatnya petani membudidayakan tebu jika masih ada alternatif tanaman lain
untuk dibudidayakan. Hal yang perlu diperhatikan untuk mempelajari tanda
pengenal pada daun tanaman tebu ini yaitu dengan memperhatikan pelepah daun dan
bagian-bagiannya, terutama bulu bidang punggung dan telinga dalam.
Morfologi mata tunas tebu, dimana mata tunas
sendiri adalah kuncup tebu yang terletak pada buku-buku ruas batang.
Kuncup-kuncup ini berada di ujung pangkal sebelah kanan dan sebelah kiri secara
bergantian. Mata tunas ini selalu terlindungi oleh pelepah daun karena
keberadaannya yang tepat dibawak ketiak daun. Hal yang perlu diperhatikan dalam
mempelajari tanda-tanda dari mata tunas yaitu dengan tepi sayap mata, rambut
jambul dan rambut tepi basal mata.
Morfologi
bunga tebu, bunga tebu sendiri tersusun dalam malai dan bentuknya piramida
dengan panjang antara 50 cm-80 cm. cabang bunga tahap pertama merupakan
karangan bunga, sedangkan cabang bunga tahap kedua merupakan tandan buah.
b. Botani
tanaman tebu
Menurut Suwarto dan Octavianty
(2010), tanaman tebu dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Poales
Familia : Poaceae
Genus : Saccharum
Spesies : Saccharum officinarum
2
). Syarat tumbuh tanaman tebu
A.
Iklim
Tanaman tebu
dapat tumbuh di daerah beriklim panas dan sedang (daerah tropik dan subtropik)
dengan daerah penyebaran yang sangat luas yaitu antara 35o LS dan 39o LU. Unsur
– unsur iklim yang penting bagi pertumbuhan tanaman tebu adalah curah hujan,
sinar matahari, angin, suhu, dan kelembaban udara.
B. Curah hujan
Tanaman tebu
banyak membutuhkan air selama masa pertumbuhan vegetatifnya, namun menghendaki
keadaan kering menjelang berakhirnya masa petumbuhan vegetatif agar proses
pemasakan (pembentukan gula) dapat berlangsung dengan baik. Berdasarkan
kebutuhan air pada setiap fase pertumbuhannya, maka secara ideal curah hujan
yang diperlukan adalah 200 mm per bulan selama 5 – 6 bulan berturutan, 2 bulan
transisi dengan curah hujan 125 mm per bulan, dan 4 – 5 bulan berturutan dengan
curah hujan kurang dari 75 mm tiap bulannya. Daerah dataran rendah dengan curah
hujan tahunan 1.500 – 3.000 mm dengan penyebaran hujan yang sesuai dengan
pertumbuhan dan kemasakan tebu merupakan daerah yang sesuai untuk pengembangan
tanaman tebu.
c. Sinar
Matahari
Radiasi sinar
matahari sangat diperlukan oleh tanaman tebu untuk pertumbuhan dan terutama
untuk proses fotosintesis yang menghasilkan gula. Jumlah curah hujan dan
penyebarannya di suatu daerah akan menentukan besarnya intensitas radiasi sinar
matahari. Cuaca berawan pada siang maupun malam hari bisa menghambat
pembentukan gula. Pada siang hari, cuaca berawan menghambat proses
fotosintesis, sedangkan pada malam hari menyebabkan naiknya suhu yang bisa
mengurangi akumulasi gula karena meningkatnya proses pernafasan.
d.
Angin
Angin dengan kecepatan kurang dari 10
km/jam adalah baik bagi pertumbuhan tebu karena dapat menurunkan suhu dan kadar
CO2 di sekitar tajuk tebu sehingga fotosintesis tetap berlangsung dengan baik.
Kecepatan angin yang lebih dari 10 km/jam disertai hujan lebat, bisa
menyebabkan robohnya tanaman tebu yang sudah tinggi.
e.
Suhu
Suhu sangat
menentukan kecepatan pertumbuhan tanaman tebu, sebab suhu terutama mempengaruhi
pertumbuhan menebal dan memanjang tanaman ini. Suhu siang hari yang hangat atau
panas dan suhu malam hari yang rendah diperlukan untuk proses penimbunan
sukrosa pada batang tebu. Suhu optimal untuk pertumbuhan tebu berkisar antara
24 – 30 oC, beda suhu musiman tidak lebih dari 6o, dan beda suhu siang dan
malam hari tidak lebih dari 100.
e. Kelembaban
Udara
Kelembaban udara tidak banyak
berpengaruh pada pertumbuhan tebu asalkan kadar air cukup tersedia di dalam
tanah, optimumnya < 80%.
g. Kesesuaian
Lahan
Tanah merupakan faktor fisik yang terpenting bagi pertumbuhan tebu. Tanaman
tebu dapat tumbuh dalam berbagai jenis tanah, namun tanah yang baik untuk
pertumbuhan tebu adalah tanah yang dapat menjamin kecukupan air yang optimal.
Tanah yang baik untuk tebu adalah tanah dengan solum dalam (>60 cm),
lempung, baik yang berpasir dan lempung liat. Derajat keasaman (pH) tanah yang
paling sesuai untuk pertumbuhan tebu berkisar antara 5,5 – 7,0. Tanah dengan pH
di bawah 5,5 kurang baik bagi tanaman tebu karena dengan keadaan lingkungan
tersebut sistem perakaran tidak dapat menyerap air maupun unsur hara dengan
baik, sedangkan tanah dengan pH tinggi (di atas 7,0) sering mengalami
kekurangan unsur P karena mengendap sebagai kapur fosfat, dan tanaman tebu akan
mengalami “chlorosis” daunnya karena unsur Fe yang diperlukan untuk pembentukan
daun tidak cukup tersedia. Tanaman tebu sangat tidak menghendaki tanah dengan
kandungan Cl tinggi.
3 ) . Budidaya tanaman Tebu
Diagram
alir Budidaya tanaman tebu
Pembukan Lahan
|
Pengolahan lahan
|
Pembibitan
|
Penanaman
|
Pemeliharaan dan
pemupukan
|
Pengendalian hama dan penyakit
|
Panen
|
A. Pembukaan
Lahan
a) Pada lahan sawah dibuat
petakan berukuran 1.000 m2. Parit membujur, melintang dibuat dengan lebar 50 cm
dan dalam 50 cm. Selanjutnya dibuat parit keliling yang berjarak 1,3 m dari
tepi lahan.
b) Lubang tanam
dibuat berupa parit dengan kedalaman 35 cm dengan jarak antar lubang tanam
(parit) sejauh 1 m. Tanah galian ditumpuk di atas larikan diantara lubang tanam
membentuk guludan. Setelah tanam, tanah guludan ini dipindahkan lagi ke tempat
semula.
B. pengolahan
lahan
Pengolahan lahan dilakukan dengan membuat parit keliling. Parit ini
biasanya dibuat kira-kira 1,3 mdari tepi, karena kita harus memperhitungkan
tempat buat pembuangan tanah yang kita gali.
Lebar yang ideal untuk parit
keliling sekitar 70 cm dengan kedalaman 70 cm juga, hal ini penting untuk
keluar masuknya air. Setelah selesai pparit keliling, seterusnya kita buat
parit malang yang panjangnya 100 meter. Jarak antara parit malang yang satu
dengan yang lain 10 meter. Dengan demikian setiap kotak yang kita buat ini akan
memakan luas tanah 1000 meter persegi.
Kalau
lebar dan dalam parit malang itu 50 cm, maka lebar dan dalam parut mujur 70 cm.
ketika membuat parit malang dan mujur tanah hasil galian kita buang
selang-seling di sisi kiri dan kanan supaya tidak menghalangi saat membuat
“jegongan” (galian tanah) untuk menanam bibit.
Kemudian
setelah parit malang, parit mujur, dan parit keliling semuanya telah jadi,
selanjutnya membuat lubang-lubang untuk yang akan kita masuki bibit.
Pembagian yang paling ideal untuk membuat lubang dan parit malang yang panjangnya 100 meter adalah sebagai berikut :
Pembagian yang paling ideal untuk membuat lubang dan parit malang yang panjangnya 100 meter adalah sebagai berikut :
• Parit mujur 1 x 70 cm = 70 cm
•
Jalan dan pembuangan galian 1 x 130 cm = 130 cm
•
Lubang tanam 100 x 40 cm
= 4.000 cm
•
Galengan 100 x 58 cm =
5.800cm
Dan kedalaman lubang tanam untuk tanaman adalah 35 cm. waktu pengolahan tanah yyang tepat adalah saat musim panas yaitu antara bulan April, Mei, dan awal Juni. Dengan demikian apabila ada tanah bekas sawah yang akan ditanami tebu, sisa air bekat tanaman ppai bisa dikeringkan dahulu. Apabila tanah yang akan kita Tanami tebu bekas padi, maka tanah harus di cangkul dan dibalik agar zat asamnya mengurang, biarkan tanah yang sudah kita balik selama satu bulan.
C. Pembibitan
Bibit yang akan ditanam berupa bibit pucuk,bibit
batang muda, bibit rayungan dan bibit siwilan
a) Bibit pucuk Bibit diambil dari
bagian pucuk tebu yang akan digiling berumur 12 bulan. Jumlah mata (bakal tunas
baru) yang diambil 2-3 sepanjang 20 cm. Daun kering yang membungkus batang
tidak dibuang agar melindungi mata tebu. Biaya bibit lebih murah karena tidak
memerlukan pembibitan, bibit mudah diangkut karena tidak mudah rusak,
pertumbuhan bibit pucuk tidak memerlukan banyak air. Penggunaan bibit pucuk
hanya dapat dilakukan jika kebun telah berporduksi.
b) Bibit batang muda Dikenal pula dengan
nama bibit mentah / bibit krecekan. Berasal dari tanaman berumur 5-7 bulan.
Seluruh batang tebu dapat diambil dan dijadikan 3 stek. Setiap stek terdiri
atas 2-3 mata tunas. Untuk mendapatkan bibit, tanaman dipotong, daun pembungkus
batang tidak dibuang.1 hektar tanaman kebun bibit bagal dapat menghasilkan
bibit untuk keperluan 10 hektar.
c) Bibit rayungan (1 atau 2
tunas) Bibit diambil dari tanaman tebu khusus untuk pembibitan berupa stek yang
tumbuh tunasnya tetapi akar belum keluar. Bibit ini dibuat dengan cara:
1. Melepas daun-daun
agar pertumbuhan mata tunas tidak terhambat.
2. Batang tanaman tebu
dipangkas 1 bulan sebelum bibit rayungan dipakai.
3. Tanaman tebu dipupuk
sebanyak 50 kg/ha Bibit ini memerlukan banyak air dan pertumbuhannya lebih
cepat daripada bibit bagal. 1 hektar tanaman kebun bibit rayungan dapat
menghasilkan bibit untuk 10 hektar areal tebu.
Kelemahan bibit rayungan adalah tunas sering rusak
pada waktu pengangkutan dan tidak dapat disimpan lama seperti halnya bibit
bagal. d) Bibit siwilan Bibit ini diambil dari tunas-tunas baru dari tanaman
yang pucuknya sudah mati. Perawatan bibit siwilan sama dengan bibit rayungan.
D.
Penanaman
Pertama-tama ratakan lahan dan genburkan dengan di
bajak, kemudian tanah dibuat guludan rendah dengan jarak yang bisa disesuaikan
luas lahan. Selanjutnya tanam bibit tebu sedalam + 5-10 cm dengan posisi
miring. Sesuaikan dengan masa giling pabrik gula yang basanya pada bulan Mei,
Juni dan Juli sehingga saat panen nanti bisa sama dengan masa giling pabrik.
Pengolahan Media Tanam Terdapat dua jenis cara
mempersiapkan lahan perkebunan tebu yaitu cara reynoso dan bajak. Persiapan
Disebut juga dengan cara Cemplongan dan dilakukan di tanah sawah. Pada cara ini
tanah tidak seluruhnya diolah, yang digali hanya lubang tanamnya.
E. Pemeliharaan dan pemupukan
Lakukan pengairan secara
teratusr setiap 1-2 minggu sekali dari awal tanam sampai umur 2 bulan.
Setelahnya pengairan diberikan jika diperlukan saja. Pada umur 5-7 hari setelah
tanam kontrol apakah ada yang mati atau tidak, jika ada yang mati segera
lakukan penyulaman maksimal sampai usia tanam 1,5 bulan dengan sulaman seragam
seperti tanaman yang bisa tumbuh baik. Perawatan selanjutnya adalah pembersihan
rumput liar jika sudah dirasa terlalu banyak dan peninggian guludan setelah
usia tanam 2 bulan. Perhatikan juga drainase lahan agar saat musim hujan tiba
maka tidak terjadi genangan air yang membuat busuk tanaman. Lakukan
beset/perontokan daun kering sebanyak 3 kali dalam sekali musim tanam, yakni
saat sebelum gulud, tanaman berumur 7 bulan, dan 4 minggu sebelum tebu di
panen. Apabila ada tanaman yang roboh, ikat tanaman tebu yang roboh dengan
tanaman lain satu rumpun agar tanaman tebu bisa tegak dan tumbuh maksimal.
Pemupukan sebelum tanam bisa
diberikan TSP sebanyak 1 kwintal per hektarnya. Setelah umur tanaman menginjak
25 hari, berikan pupuk ZA 0,5-1 kwintal per hektar dengan cara ditaburkan di
dekat tanaman. Sedangkan untuk tanaman yang sudah berumur 1,5 bulan maka diberikan
ZA 0,5 – 1 kwintal per hektar dan KCl 1-2 kwintal per hektar ditaburkan di
dekat tanaman
F. Pengendalin
hama dan penyakit
Hama penyakit tebu dan penanganannya adalah sebagai
berikut:
1. Hama Penggerek Pucuk dan
batang
Biasanya menyerang mulai umur 3 – 5 bulan. Kendalikan
dengan musuh alami Tricogramma sp dan lalat Jatiroto, semprot PESTONA / Natural
BVR.
2. Hama Tikus
Kendalikan dengan gropyokan, musuh alami yaitu : ular,
anjing atau burung hantu.
3. Penyakit Fusarium Pokkahbung
Penyebab jamur Gibbrella moniliformis. Tandanya daun
klorosis, pelepah daun tidak sempurna dan pertumbuhan terhambat, ruas-ruas
bengkok dan sedikit gepeng serta terjadi pembusukan dari daun ke batang.
Penyemprotan dengan 2 sendok makan Natural GLIO + 2 sendok makan gula pasir dalam
tangki semprot 14 atau 17 liter pada daun-daun muda setiap minggu, pengembusan
tepung kapur tembaga ( 1 : 4 : 5 )
4. Penyakit Dongkelan
Penyebab jamur Marasnius sacchari, yang bias
mempengaruhi berat dan rendemen tebu. Gejala, tanaman tua sakit tiba-tiba, daun
mengering dari luar ke
dalam. Pengendalian dengan cara penjemuran dan
pengeringan tanah, harus dijaga, sebarkan Natural GLIO sejak awal.
G. Panen
Pemanenan
tebu bisa dilakukan seteah umur 10-12 bulan setelah tanam. Biasanya tebu yang
berumur 10 bulan mengandung 10 % saccharose dan yang berumur 12 bulan sekitar
13 % saccharose.
4 ) . kajian pengaruh iklim
terhadap tanaman tebu
Iklim
merupakan gabungan berbagai kondisi cuaca sehari-hari atau dikatakan iklim
adalah merupakan rata-rata cuaca. Iklim merupakan faktor produksi tanaman yang
penting, tetapi sangat sulit dikendalikan sehingga resiko produksi tanaman yang
ditimbulkan oleh iklim kadang-kadang relatif tinggi. Untuk memperkecil risiko
tersebut, beberapa gatra (aspek) seperti penyesuaian terhadap iklim, substitusi
unsur-unsur iklim, modifikasi iklim dan prakiraan musim perlu dipahami.
Pertanian maju pada waktu yang akan datang harus melaksanakan berbagai gatra
tadi bersama-sama karena kemungkinan tidak ada lagi lahan yang iklimnya
benar-benar sesuai untuk suatu tanaman.
Iklim
mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia dan organisme lain yang hidup di
muka bumi. Oleh karena itu, pengetahuan tentang iklim sangat dibutuhkan. Dalam
kehidupan sehari-hari, iklim akan mempengaruhi jenis tanaman yang sesuai untuk
dibudidayakan pada suatu kawasan. Penjadwalan budidaya pertanian dan teknik
budidaya yang dilakukan petani, pengetahuan tentang iklim penting artinya dalam
sektor pertanian.
Pengaruh
iklim terhadap tanaman diawali oleh pengaruh langsung cuaca, terutama pengaruh
radiasi dan suhu terhadap fotosintesis, respirasi, transpirasi, dan
proses-proses metabolisme didalam sel organ tanaman. Fotosintesis dan respirasi
adalah proses biokimia, sehingga memerlukan katalisator sebagai proses kimia
fisik. Kecepatan proses tergantung pada aktivitas katalisator yang diatur oleh
suhu. Pada kisaran suhu toleransi, semakin tinggi suhu akan mempercepat proses
dan meningkatkan produksi.
Bersama-sama
dengan faktor-faktor lingkungan yang lain, iklim berpengaruh terhadap hasil
tanaman (pertanian) : TANAH + IKLIM/ CUACA + TANAMAN → HASIL TANAMAN Kita
melihat tiga faktor utama yang menentukan hasil tanaman. Supaya hasil yang
diperoleh optimum, maka ketiga faktor tersebut juga harus dalam keadaan optimum
seimbang. Jika penguasaan kita terhadap ketiga faktor tersebut tidaklah
seimbang, maka jika kita menanam modal untuk mempertinggi produksi, hasilnya
akan kurang memuaskan. Hal ini mengingat setiap hasil usaha juga akan
ditentukan oleh faktor yang berada dalam keadaan minimum. Jadi bila dari ketiga
faktor tadi, penguasaan kita terhadap iklim masih sangat kurang, maka faktor
itulah yang merupakan faktor pembatas.
Sebagai
contoh Indonesia diketahui sebagai negara tropis. Sebagian besar kawasannya
ditandai oleh adanya iklim musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Sebagian
besar kawasannya juga masih tadah hujan. Untuk kawasan semacam ini pada umumnya
dalam musim hujan air berlimpah, tetapi sebaliknya pada musim kemarau air tetap
merupakan faktor pembatas. Dengan hal semacam ini, negara yang dikatakan subur
makmur akhirnya hanya dapat bertanam satu kali walaupun sebenarnya alam
memungkinkan untuk dapat bertanam berulang kali dalam satu tahun. Kalau air
tersedia, mungkin kita dapat bertanam dua atau tiga kali. Sudah barang tentu
supaya kita dapat menguasai dan memanfaatkan hujan tersebut sebaik-baiknya,
sifatnya harus diketahui benar-benar.
Iklim
merupakan salah satu faktor lingkungan yang peranannya dalam pertanian
seolah-olah tidak pasti. Jika terjadi kesan semacam itu sebenarnya hanya
sebagai akibat dan sifat manusia yang umumnya mudah lupa. Peranan iklim dalam
budidaya tanaman sampai saat ini jelas cukup besar. Hampir tidak ada tanaman di
alam terbuka di bumi ini yang hasilnya tidak ditentukan oleh iklim. Pada waktu
unsur-unsur iklim dalam kondisi normal, umumnya orang lupa betapa besarnya
peranan menguntungkan, biasanya hanya diingat bahwa keberhasilan tadi semata-mata
hasil jerih payah manusia. Kebanggaan yang sebenarnya secara tidak sadar menipu
diri sendiri itu akan terlihat ketika seseorang atau mereka terkejut karena
walaupun sudah menerapkan berbagai teknologi, ternyata usaha budidaya pertanian
gagal, mungkin akibat hujan tidak datang atau datang tetapi tidak cukup, karena
banjir atau adanya night frost, angin ribut atau yang lain. Sikap
seperti itu ditemukan juga di Indonesia. Jarang sekali orang menyebutkan
pengaruh cuaca.
Pada
umumnya orang hanya menyebutkan peningkatan produksi budidaya karena teknologi
yang mereka gunakan. Seperti misalnya produksi naik karena jenis unggul, pupuk,
pestisida, dan lain-lain. Menyebut keberhasilan teknologi tidak dilarang,
tetapi harus adil. Jika keberhasilan semata-mata hasil jerih payahnya, manusia
juga harus bertanggung jawab jika ada kegagalan sebagai dampak perbuatannya.
Hal ini perlu diungkapkan karena umumnya jika ada kegagalan, iklim sangat
sering dijadikan kambing hitam. Masalah yang sebenarnya adalah faktor iklim memang
merupakan faktor produksi yang sukar dikendalikan. Oleh sebab itu, kita harus
pandai mengelola supaya produksi tanaman di samping tinggi, juga stabil atau
setidaknya jika terjadi risiko karena iklim, jangan berpengaruh terlalu besar
terhadap ketersediaan produksi tanaman.
Kondisi
iklim di suatu daerah, terutama penerimaan radiasi matahari, kondisi suhu udara
dan tanah akan menentukan pertumbuhan, perkembangan serta kandungan kimiawi di
organ. Dalam berbagai tulisan tentang bidang tanaman hampir selalu disebutkan
tentang iklim yang cocok untuk jenis tanaman tertentu. Sebagai contoh tanaman
tebu menghendaki curah hujan cukup, periode kering cukup, suhu udara yang
relatif tinggi, dan sebagainya. Wilayah yang keadaan iklimnya cukup ideal untuk
suatu jenis tanaman semacam itu umumnya tidak luas dan ini pun bukannya tanpa
risiko iklim. Untuk hal tersebut sering timbul pertanyaan, mengapa meskipun
iklimnya sudah ideal, masih dapat terjadi resiko karena iklim.
Sebelum
menjelaskan pertanyaan itu, perlu kiranya kita menengok kembali pengetahuan
yang sangat elementer tentang iklim. Iklim merupakan rata-rata cuaca. Dalam
harga rata-rata ini secara implisit terdapat keadaan yang ekstrem. Misalnya
jika disebutkan rata-rata jumlah bulan basah atau bulan kering, berarti ada
jumlah bulan basah atau bulan kering yang terkecil atau terbesar. Jika
seandainya suatu jenis tanaman memerlukan keadaan iklim ideal dengan empat
bulan kering berturut-turut, tetapi sewaktu-waktu bulan keringnya lebih besar
atau lebih kecil dari empat, berarti pada waktu itu tidak ideal. Keadaan yang
kadang-kadang tidak ideal inilah yang tadi disebut risiko karena iklim.
Iklim terdiri dari beberapa unsur seperti telah dijelaskan, secara keseluruhan berperan besar dalam budidaya tanaman. Walaupun unsur itu berpengaruh secara bersama, tetapi sampai batas tertentu dapat diketahui unsur yang menonjol peranannya untuk suatu komoditas atau wilayah tertentu. Di daerah tropis seperti Indonesia, unsur hujan dianggap menonjol. Khusus dalam bidang pertanian untuk berbagai wilayah, suhu dan curah hujan dianggap paling menonjol. Sekali lagi perlu diingat bahwa hal penonjolan ini tidak boleh melupakan peranan unsur-unsur yang lain. Jika dikatakan peranannya tidak menonjol, sebetulnya karena unsur itu hanya dapat dipastikan kehadirannya di suatu wilayah. Misalnya, di daerah tropis kehadiran radiasi, panjang hari, suhu udara yang relatif tinggi dan stabil menyebabkan peranan unsur-unsur tadi dianggap tidak menonjol sehingga unsur curah hujan dianggap paling menonjol. Curah hujan ini di suatu wilayah memang cukup besar variasinya. Dalam hal kesesuaian iklim untuk tanaman, beberapa klasifikasi iklim dapat dipergunakan. Di Indonesia misalnya untuk tanaman tahunan dapat menggunakan sistem klasifikasi Schmidt dan Fergusson (1951), untuk tanaman semusim (padi dan palawija) dapat menggunakan sistem Oldeman dan Sjariffudin (1977). Dalam memanfaatkan berbagai klasifikasi iklim tadi tetap diingat bahwa berbagai klasifikasi iklim terutama hanya membantu dalam perencanaan. Dalam pelaksanaan di lapangan masih harus dikaitkan kesesuaiannya bersama-sama dengan faktor lain misalnya tanah, tanaman, dan teknologi. Jika kita memilih tipe iklim yang sesuai untuk suatu komoditas tertentu, tujuan utamanya supaya risiko kegagalan relatif kecil yang berarti produksi tanaman relatif stabil. Semakin tinggi tingkat kesesuaian iklim untuk suatu jenis tanaman tertentu, berarti makin tahan terhadap dampak negatif dan faktor-faktor lain seperti terjadi kenaikan biaya produksi atau penurunan nilai jual produksi. Wilayah yang kelas kesesuaian iklimnya lebih tinggi akan mampu bertahan dari pada yang kelas kesesuainnya rendah.
Iklim terdiri dari beberapa unsur seperti telah dijelaskan, secara keseluruhan berperan besar dalam budidaya tanaman. Walaupun unsur itu berpengaruh secara bersama, tetapi sampai batas tertentu dapat diketahui unsur yang menonjol peranannya untuk suatu komoditas atau wilayah tertentu. Di daerah tropis seperti Indonesia, unsur hujan dianggap menonjol. Khusus dalam bidang pertanian untuk berbagai wilayah, suhu dan curah hujan dianggap paling menonjol. Sekali lagi perlu diingat bahwa hal penonjolan ini tidak boleh melupakan peranan unsur-unsur yang lain. Jika dikatakan peranannya tidak menonjol, sebetulnya karena unsur itu hanya dapat dipastikan kehadirannya di suatu wilayah. Misalnya, di daerah tropis kehadiran radiasi, panjang hari, suhu udara yang relatif tinggi dan stabil menyebabkan peranan unsur-unsur tadi dianggap tidak menonjol sehingga unsur curah hujan dianggap paling menonjol. Curah hujan ini di suatu wilayah memang cukup besar variasinya. Dalam hal kesesuaian iklim untuk tanaman, beberapa klasifikasi iklim dapat dipergunakan. Di Indonesia misalnya untuk tanaman tahunan dapat menggunakan sistem klasifikasi Schmidt dan Fergusson (1951), untuk tanaman semusim (padi dan palawija) dapat menggunakan sistem Oldeman dan Sjariffudin (1977). Dalam memanfaatkan berbagai klasifikasi iklim tadi tetap diingat bahwa berbagai klasifikasi iklim terutama hanya membantu dalam perencanaan. Dalam pelaksanaan di lapangan masih harus dikaitkan kesesuaiannya bersama-sama dengan faktor lain misalnya tanah, tanaman, dan teknologi. Jika kita memilih tipe iklim yang sesuai untuk suatu komoditas tertentu, tujuan utamanya supaya risiko kegagalan relatif kecil yang berarti produksi tanaman relatif stabil. Semakin tinggi tingkat kesesuaian iklim untuk suatu jenis tanaman tertentu, berarti makin tahan terhadap dampak negatif dan faktor-faktor lain seperti terjadi kenaikan biaya produksi atau penurunan nilai jual produksi. Wilayah yang kelas kesesuaian iklimnya lebih tinggi akan mampu bertahan dari pada yang kelas kesesuainnya rendah.
Seperti
telah disebutkan, semua unsur iklim berpengaruh bersama-sama terhadap tanaman.
Budidaya tanaman konvensional tidak akan berhasil jika ada salah satu unsur
iklim tidak hadir atau hadir tidak mencukupi. Dari beberapa unsur iklim yang
dikenal, unsur curah hujan sering tidak hadir, baik untuk periode panjang atau
pendek. Tidak hadirnya hujan ini dapat diganti atau disubstitusi dengan
pengairan. Substitusi ini jika dapat dilaksanakan, di samping dapat menanam
setiap waktu dan memilih waktu yang tepat, juga mempunyai keuntungan lain,
yaitu kepastian panen yang lebih besar dan umumnya hasilnya pun lebih tinggi
atau kualitasnya lebih baik. Di samping itu, ada jenis tanaman tertentu yang
hasilnya lebih baik justru jika hujan tidak turun, tetapi ada pengairan,
misalnya berbagai jenis tanaman hortikultura. Namun demikian, substitusi hujan
tidak dapat dilaksanakan sebab belum pasti ada cadangan air di suatu wilayah.
Peranan subtitusi hujan dalam bentuk pengairan di Indonesia cukup besar.
Cuaca
dan iklim juga berpengaruh terhadap penanganan pasca panen. Pengelolaan
terhadap produksi tanaman maupun hewan pascapanen di daerah pertanian sering dilakukan
secara sederhana melalui proses alamiah, di antaranya proses penjemuran,
penganginan, dan pemeraman pada atmosfer terbuka. Proses tersebut akan sangat
dipengaruhi oleh unsur-unsur iklim terutama intensitas, lama penyinaran
matahari, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, dan curah hujan.
Unsur-unsur iklim tersebut dapat mempengaruhi tinggi rendahnya kualitas hasil
panen.
5 ). Permasalahan umum, pengaruh iklim terhadap produksi tanaman tebu
Kualitas tebu
dipengaruhi oleh iklim, Walaupun tanaman yang sama namun iklim yang berbeda,
maka kualitasnyapun berbeda. Secara umum persyaratan pertumbuhan tanaman tebu
adalah sebagai berikut :
curah hujan rata-rata 2000
mm/tahun, Untuk tanaman dataran rendah, curah hujan rata-rata 2.000 mm/tahun,
sedangkan untuk dataran tinggi, curah hujan rata-rata 1.500-3.500 mm/tahun.
Suhu udara yang cocok antara 21-32 derajat C, pH antara 5-6. Ketinggian tempat
yang paling cocok adalah 0 – 900 mdpl.
Beberapa kondisi iklim yang
membuat kualitas tebu menurun adalah sebagai berikut:
a. Tanaman pada umumnya tidak
menghendaki iklim yang kering atau pun iklim yang sangat basah.
b. Penyinaran cahaya matahari
yang kurang dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman kurang baik sehingga
produktivitasnya rendah. Oleh karena itu lokasi untuk tebu sebaiknya dipilih di
tempat terbuka dan waktu tanam disesuaikan dengan jenisnya.
c. Curah hujan yang terus
menerus mengurangi kualitas tebu.
d. Suhu udara yang cocok untuk
pertumbuhan tebu berkisar antara 21-32,30 C.
e. Khusus kelembaban yang tinggi
memudahkan pertumbuhan penyakit yang mengurangi kualitas.
1 .
kekeringan
Tanaman tebu
( Saccharum officinarum L. ) merupakan salah satu bahan baku utama untuk
membuat gula putih dan bioetanol. Di Indonesia, budidaya tebu telah berkembang
di lahan kering dan marginal baik di Jawa maupun luar Jawa. Hal ini disebabkan
lahan tebu di areal persawahan semakin menyusut. Permasalahan yang dihadapi
dalam pengelolaan tanaman tebu pada lahan kering saat musim kemarau ialah
kekeringan pada saat fase kritis tanaman (fase pembentukan tunas dan
pertumbuhan vegetatif).
Adanya periode-periode
kekurangan air dalam masa pertumbuhan dan perkembangan tanaman mengakibatkan
tanaman tebu menderita cekaman kekeringan sehingga produktivitas tanaman dari
musim ke musim sangat berfluktuatif, bahkan menurun tajam bila kemarau panjang
terjadi. Menurut Irrianto (2003), kehilangan hasil pada tanaman tebu akibat
cekaman kekeringan secara kuantitatif dapat mencapai 40% dari potensi
produksinya apabila terjadi pada fase kritis tanaman yaitu fase pertumbuhan
tunas dan pertumbuhan vegetatif tanaman (sampai dengan umur 165 hari setelah
tanam). Pada tahun 2005, ribuan hektar tanaman tebu milik petani di Jawa Barat
mati karena kekeringan menyusul terjadinya kemarau panjang. Akibat kemarau
panjang sedikitnya 30% tanaman tebu di wilayah Jawa Barat mati kekeringan
(Nunung, 2006).
Kekurangan air akan mengganggu
aktifitas fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya
pertumbuhan. Defisiensi air yang terus menerus akan menyebabkan perubahan
irreversibel (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati
(Haryati, 2008). Respon tanaman terhadap stres air sangat ditentukan oleh
tingkat stres yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman saat mengalami cekaman.
Respon tanaman yang mengalami cekaman kekeringan mencakup perubahan ditingkat
seluler dan molekuler seperti perubahan pada pertumbuhan tanaman, volume sel
menjadi lebih kecil, penurunan luas daun, daun menjadi tebal, adanya rambut
pada daun, peningakatan ratio akar-tajuk, sensitivitas stomata, penurunan laju
fotosintesis, perubahan metabolisme karbon dan nitrogen, perubahan produksi
aktivitas enzim dan hormon, serta perubahan ekspresi (Sinaga, 2008).
Tumbuhan merespon kekurangan air
dengan mengurangi laju transpirasi untuk penghematan air. Terjadinya kekurangan
air pada daun akan menyebabkan sel-sel penjaga kehilangan turgornya. Suatu
mekanisme kontrol tunggal yang memperlambat transpirasi dengan cara menutup
stomata. Kekurangan air juga merangsang peningkatan sintesis dan pembebasan
asam absisat dari sel-sel mesofil daun. Hormon ini membantu mempertahankan
stomata tetap tertutup dengan cara bekerja pada membran sel penjaga. Daun juga
berespon terhadap kekurangan air dengan cara lain. Karena pembesaran sel adalah
suatu proses yang tergantung pada turgor, maka kekurangan air akan menghambat
pertumbuhan daun muda. Respon ini meminimumkan kehilangan air melalui
transpirasi dengan cara memperlambat peningkatan luas permukaan daun. Ketika
daun dari kebanyakan rumput dan kebanyakan tumbuhan lain layu akibat kekurangan
air, mereka akan menggulung menjadi suatu bentuk yang dapat mengurangi
transpirasi dengan cara memaparkan sedikit saja permukaan daun ke matahari
(Campbell, 2003).
Kedalaman perakaran sangat
berpengaruh terhadap jumlah air yang diserap. Pada umumnya tanaman dengan
pengairan yang baik mempunyai sistem perakaran yang lebih panjang daripada
tanaman yang tumbuh pada tempat yang kering. Rendahnya kadar air tanah akan
menurunkan perpanjangan akar, kedalaman penetrasi dan diameter akar (Haryati,
2006). Hasil penelitian Nour dan Weibel tahun 1978 menunjukkan bahwa
kultivarkultivar sorghum yang lebih tahan terhadap kekeringan, mempunyai
perkaran yang lebih banyak, volume akar lebih besar dan nisbah akar tajuk lebih
tinggi daripada lini-lini yang rentan kekeringan (Goldsworthy dan Fisher, dalam
Haryati, 2006).
Senyawa biokimia yang dihasilkan
tanaman sebagai respon terhadap kekeringan dan berperan dalam penyesuaian
osmotik bervariasi, antara lain gula-gula, asam amino, dan senyawa terlarut
yang kompatibel. Senyawa osmotik yang banyak dipelajari pada toleransi tanaman
terhadap kekeringan antara lain prolin, asam absisik, protein dehidrin, total
gula, pati, sorbitol, vitamin C, asam organik, aspargin, glisin-betain, serta
superoksida dismutase dan K+ yang bertujuan untuk menurunkan potensial osmotik
sel tanpa membatasi fungsi enzim (Sinaga, 2008).
2. Banjir
Curah
hujan yang tinggi sangat menentukan produksi tanaman tebu. Jika
tanaman tebu mengalami kebanjiran maka produksi tanaman tebu akan berkurang
maka harus memperhatikan sistem pengairanya atau irigasi bila tanaman tebu
ditanam dilahan persawahan. jika sampai
air itu menggenang area tanaman tebu maka akan dapat menimbulkan kerusakan pada
tanaman tebu ( terjadi pembusukan) yang dapat mengakibatkan turunnya kadar gula
karena terlalu banyaknya air.
3. Angin
Gangguan alamiah nan seringkali menyerang tebu ialah
angin. Angin nan bertiup dengan kencang akan menyebabkan tanaman tebu tumbang.
Jika ada angin kencang, terlebih dibarengi dengan turunnya hujan, mau tak mau
petani harus segera memeriksa kondisi perkebunannya. Hal pertama nan dilakukan
ialah mengecek tanaman tebu yang tumbang, lalu memeriksa genangan airnya.
Jika dalam perkebunan kita terdapat tanaman tebu nan tumbang,
tindakan pertama sebaiknya harus segera dilakukan ialah mengikat tanaman tebu
nan tumbang tersebut ke beberapa tanaman tebu lain nan masih berdiri kokoh,
kemudian berusaha buat menegakkannya kembali. Perlu diketahui, jika tanaman
miring atau tumbang tadi dibiarkan, akan menyebabkan tumbangnya tanaman tebu
yang lain. Makin lama, tentunya tanaman yang tumbang tadi akan bertumpang
tindih dengan tanaman lainnya.
Hasil tanaman tebu yang roboh atau miring ini tak akan
sebaik tanaman yang berdiri tegak. Tanaman tebu miring atau tumbang akan
membuang terlalu banyak energi buat menunjang kehidupannya, sedangkan energi
yang dibuang percuma ini dapat saja digunakan tanaman yang tegak buat menambah
jumlah kadar gula
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.KESIMPULAN
Dari
hasil makalah ini dapat disimpulkan
bahwa dalam penananam dan produksi tanaman tebu harus memperhatikan faktor
iklim yang terjadi Jika sampai kekeringan maka akan terjadi pembusukan pada
akar yang mengurangi kadar gula pada tanaman tebu.
Adanya
periode-periode kekurangan air dalam masa pertumbuhan dan perkembangan tanaman
tebu mengakibatkan tanaman tebu menderita cekaman kekeringan sehingga
produktivitas tanaman dari musim ke musim sangat berfluktuatif, bahkan menurun
tajam bila kemarau panjang terjadi.
Menurut
Irrianto (2003), kehilangan hasil pada tanaman tebu akibat cekaman kekeringan
secara kuantitatif dapat mencapai 40% dari potensi produksinya apabila terjadi
pada fase kritis tanaman yaitu fase pertumbuhan tunas dan pertumbuhan vegetatif
tanaman (sampai dengan umur 165 hari setelah tanam).
B.Saran
Saran
yang dapat saya berikan dalam makalah ini yaitu dalam budidaya tanaman tebu
harus memperhatikan faktor iklim terutama faktor curah hujan dan suhu karena
itu sangat menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman tebu.
Jika
tanaman tebu mengalami kekeringan maka tanaman akan merespon kekurangan air dengan mengurangi laju
transpirasi untuk penghematan air. Terjadinya kekurangan air pada daun akan
menyebabkan sel-sel penjaga kehilangan turgornya. Suatu mekanisme kontrol
tunggal yang memperlambat transpirasi dengan cara menutup stomata. Kekurangan
air juga merangsang peningkatan sintesis dan pembebasan asam absisat dari
sel-sel mesofil daun.
Jadi
sebelum melakukan penanaman maka harus memperhatikan laju perkembangan iklim
sehingga pertumbuhan dan produksi tanaman tebu bisa dikendalikan dan dapat
menigkatkan produksi yang yang maksimal.
DAFTAR
PUSAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar