Minggu, 25 Oktober 2015

MAKALAH AGROKLIMATOLOGI SEMSTER VI ( AGROTEKNOLOGI ) FP UMP


                                     
MAKALAH AGROKILIMATOLOGI
logo ump.jpg
DISUSUN OLEH :
ISMAIL ARIFAL NURHUDA

DOSEN PENGASUH :Dr.Ir.Yopie Moelhadi.Msi

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG JURUSAN AGROTEKNOLOGI (A)
2015
                                    

                                                                             BAB  I
Pendahuluan
A .    Latar Belakang
Tanaman tebu merupakan tanaman perkebunan semusin yang mempunyai sifat tersendiri sebab didalam batangnya terdapat zat gula. Tebu berkembang biak di daerah beriklim udara sedang sampai panas. Berbagai varietas tebu telah diluncurkan oleh Kementrian Pertanian untuk meningkatkan produksi petani. Kualitas bibit tebu merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan pengusahaan tanaman tebu. Bibit tebu yang baik adalah bibit yang cukup 5 – 6 bulan, murni (tidak tercampur varietas lain), bebas dari penyakit dan tidak mengalami kerusakan fisik. Tanaman tebu mempunyai batang yang tinggi dan kurus, tidak bercabang dan tumbuh tegak. Tebu yang tumbuh baik tinggi batangnya dapat mencapai 3-5 m atau lebih. Batang tebu beruas-ruas dengan panjang ruas 10– 30 cm. Daun berpangkal pada buku batang dengan kedudukan yang berseling.
Pemanenan tebu dilakukan pada saat tingkat kemasakan optimum, yaitu pada saat tebu dalam kondisi mengandung gula tertinggi. Umur panen tanaman tebu berbeda-beda tergantung jenis tebu. Varietas genjah masak optimal pada umur lebih dari 12 bulan, varietas sedang masak optimal pada umur 12-14 bulan, dan varietas dalam masak optimal pada umur lebih dari 14 bulan. Panen dilakukan pada bulan Agustus saat rendemen maksimal dicapai. Tanaman tebu yang telah memasuki umur cukup untuk panen kemudian dilakukan tebang angkut. Kegiatan tebang angkut harus tepat karena penanganan yang tidak tepat dapat menimbulkan kerugian cukup besar. Panen tebu dilakukan dengan menebang batang-batang tebu yang sehat, mengumpulkan dan mengangkut ke pabrik gula untuk digiling. Penebangan dapat dilakukan secara manual maupun secara mekanis atau tenaga mesin. Penebangan tebu secara manual dilakukan dengan caramembongkar guludan tebu dan mencabut batang-batang tebu secara utuh kemudian dibersihkan dari akar, pucuk, daun kering, dan kotoran lainnya. Tebangan yang baik harus memenuhi standar kebersihan tertentu yaitu kotoran tidak lebih dari 5%.
Mempelajari tanaman tebu membutuhkan pengetahuan melalui morfologi yang ditampakkan. Morfologi dari penampakan visual yaitu dari bagian daun tebu, batang tebu, dan mata tunas tebu. Dari tiap varietas tebu memiliki ciri yang berbeda-beda. Misalnya dari bentuk ruas tebu terdiri dari silindris, tong, kelos, konis, konis terbalik, dan cembung. Perlu diperhatikan dalam mempelajari tanda pengenal yang terdapat pada daun ialah pelepah daun dengan bagian-bagiannya terutama bulu-bulu bidang punggung dan telinga dalam. Batang tanaman tebu terdapat ruas-ruas, disertai buku-buku ruas yang terdapat mata tunas yang akan mampu tumbuh menjadi tanaman baru. Hal yang perlu diperhatikan dalam mempelajari tanda pengenal pada batang, ialah bentuk ruasnya, selain itu juga sifat-sifat yang ada pada ruas itu sendiri.
Mata tunas yang terletak pada buku-buku ruas batang berupa kuncup tebu. Kuncup tersebut dari pangkal ke ujung batang tanaman berada di sebelah kanan dan kiri secara bergantian dan selalu terlindungi oleh pangkal pelepah daun. Hal yang perlu diperhatikan dalam mempelajari tanda-tanda pengenal yang terdapat pada mata tunas ialah tepi sayap mata, rambut jambul, dan rambut tepi basal mata. 
B.     Tujuan

1.      Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana meningkatkan produksi tanaman tebu...................................................................................................................?
2.      Untuk mengetahui cara pengendalian yang tepat dalam meningkatkan tanaman tebu..?
3.      Teknik budidaya tanaman tebu yang benar....................................................................?


















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
            Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis, sehingga berbagai jenis tanaman dapat tumbuh dengan mudah di Indonesia. Banyak manfaat yang dapat kita ambil dari tanaman-tanaman tersebut. Salah satunya adalah tanaman tebu (Saccharum officinarum L.). Tebu merupakan salah satu jenis tanaman yang hanya dapat ditanam di daerah yang memiliki iklim tropis. Luas areal tanaman tebu di Indonesia mencapai 344 ribu hektar dengan kontribusi utama adalah di Jawa Timur (43,29%), Jawa Tengah (10,07%), Jawa Barat (5,87%), dan Lampung (25,71%). Pada lima tahun terakhir, areal tebu Indonesia secara keseluruhan mengalami stagnasi pada kisaran sekitar 340 ribu hektar. Seluruh perkebunan tebu yang ada di Indonesia, 50% di antaranya adalah perkebunan rakyat, 30% perkebunan swasta, dan hanya 20% perkebunan negara. Pada tahun 2004 produksi gula Indonesia mencapai 2.051.000 ton hablur (Andaka, 2011).
Telah banyak varietas tebu yang telah dibudidayakan di indonesia, untuk mengetahui karakteristik dari suatu varietas tebu, maka terlebih dahulu diperlukan untuk mempelajari dasar-dasar cara pengenalan varietas tebu. Tata cara untuk mengenal klon-klon (varietas) tebu secara morfologis dapat digunakan sebagai pedoman dalam mengenal varietas tebu secara lengkap, namun apabila ingin mempercepat dalam pengenalan varietas maka perlu memperhatikan bagian-bagian tanaman yang penting saja antara lain telinga dalam, bulu bidang punggung, bentuk ruas, susunan ruas, penampang melintang ruas dan bentuk mata, sebab setiap klon atau varietas tebu memiliki ciri khas yang berbeda dengan lainnya (Pakpahan, 2005). Umumnya tebu berkembang biak secara vegetatif, yakni dengan cara pertunasan. Pertumbuhan dimulai dari perkembangan akar pada bagian pita akar (root band) yang terdapat pada potongan batang atau bibit tebu (original cuting) yang telah ditanam. Selanjutnya, tunas pertama (primary shoot) yang diikuti dengan tunas kedua (secondary shoot) tumbuh dari mata tunas (eye or bud) yang terdapat pada bibit tebu tersebut, sedangkan akar-akar tunas berkembang pada bagian pita akar yang terdapat pada tunas pertama dan tunas kedua. Cadangan makanan untuk tunas-tunas baru tersebut pada awalnya disuplai oleh sistem perakaran bibit tebu, sehingga pertunasan tebu bergantung pada sistem perakaran dari bibit tersebut selama 3-6 minggu atau sampai seberapa lama akar-akar baru pada tunas dapat mencukupi kebutuhan air, oksigen, dan nutrisi yang diperlukan (Humbert dalam Syafriandi, 2012). Selama ini produk utama yang dihasilkan dari tebu adalah gula, sementara buangan atau hasil samping yang lain tidak begitu diperhatikan. Kecuali tetes tebu yang sudah lama dimanfaatkan untuk pembuatan etanol dan bahan pembuatan monosodium glutamate (MSG). atau ampas tebu yang dimanfaatkan terbak, bahan baku pembuatan pupuk serta sebagai bahan baku untuk makanan boiler. Namun penggunaannya terbatas dan nilai ekonomi yang diperoleh juga belum tinggi. Sedangkan beraneka macam limbah dalam proses produksi seperti gula, blotong dan abu terbuang percuma. Bahkan untuk buangan limbahnyapun menimbulkan pencemaran lingkungan sehingga menambah pengeluaran dari pabrik gula sendiri (Misran, 2005).
 Tebu (Saccharum officinarum) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang cukup penting di Indonesia. Pada umumnya tebu digunakan sebagai bahan baku produksi gula. Salah satu industri perkebunan gula yang masih terus mengusahakan peningkatan produksi gula adalah PT. Gunung Madu Plantations (GMP). Pengolahan tanah yang diterapkan dalam perkebunan tebu ini adalah sistem olah tanah intensif terus menerus selama 35 tahun. Pengolahan tanah secara intensif dapat menyebabkan kerusakan struktur tanah, mempercepat terjadinya erosi tanah, dan penurunan kadar bahan organik tanah yang berpengaruh juga terhadap keberadaan biota tanah, termasuk cacing tanah. Produksi gula di PT. GMP dapat ditingkatkan dengan dilakukan pembenahan media tanam (tanah) tebu sehingga dapat tumbuh dengan baik. Perbaikan itu dapat dilakukan dengan merubah sistem pengolahan tanahnya dan juga memberikan bahan organik ke dalam tanah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan sistem Tanpa Olah Tanah (TOT) dan pengaplikasian BBA (bagas, blotong, abu) tebu yang dihasilkan dari sisa produksi PT. GMP itu sendiri (Batubara, 2013). Pembanguan pertanian tidak hanya ditujukan untuk memantapkan swasembada pangan saja, tetapi juga mencakup usaha-usaha peningkatan produksi pangan mencakup kebutuhan pokok lain diantaranya kebutuhan akan gula. Dari beberapa media masa diberitakan bahawa kebutuhan gula masih dipasok dari gula impor, karena produksi tebu sebagai bahan baku gula belum mencukupi. Evaluasi diperlukan untuk mencapai sasaran yang dimaksud. Dalam evaluasi lahan dikenal adanya suatu sistem klasifikasi yaitu klasifikasi kemampuan lahan yang dilakukan untuk menilai faktor-faktor yang menentukan daya guna lahan kemudian mengelompokkan penggunaan lahan sesuai dengan sifat yang dimilikinya. Dalam klasifikasi kemampuan lahan yang dinilai hanyalah faktor-faktor pembatas lahan (Widianto dalam Arifin, 2003).
Industri gula kita sedang mengalami masalah besar, bahkan berada di ambang kematian. Produksinya berkurang karena rendahnya pasokan tebu dari petani. Kondisinya semakin memprihatinkan karena diberondong oleh gula selundupan dan gula impor. Turunnya produktivitas tebu dari petani diyakini disebabkan oleh peralihan penanaman tebu dari lahan basah ke lahan kering. Jika tahun 1930an, produksi rata- rata petani tebu Indonesia 13 ton hablur per hektar. Sekarang produksi di lahan kering rata- rata hanya 3 hingga 4 ton hablur per hektar. Penyebab utama turunnya produksi tebu petani adalah mutu bibit yang buruk. Oleh karena pengetahuan dan kemampuan yang terbatas, petani tidak mengganti bibit yang ditanam dengan varietas yang lebih baik. Cara ini beresiko besar terhadap penyakit yang dapat menurunkan produksi hingga 30% (Abdurrahman, 2008).
Sebelum penyakit sereh timbul dan menyerang tanaman tebu, varietas tebu yang banyak ditanam adalah tebu cirebon hitam dan tebu jepara putih. Tetapi setelah penyakit sereh menyerang hebat, Balai Penelitian Tebu pada waktu itu berusaha mencari varietas tahan dengan membuat persilangan antara varietas liar Saccharum spontaneum dan varietas yang sudah dibudidayakan yaitu Saccharum officinarum. Tebu liar S. Spontaneum mempunyai batang yang keras dan banyak rumpun, sedangkan tebu S. Officinarum mempunyai rasa manis. Dari persilangan dua varietas tersebut diperoleh di antaranya yang menonjolaalh POJ-2878. Varietas ini mampu menaikkan produksi gula negara sampai kira- kira 25% (Mangoendidjojo, 2003). Dari proses pembuatan tebu akan dihasilkan gula 5%, ampas tebu 90% dan sisanya berupa tetes ( molase) dan air. Karena sari tebu tidak bisa diolah menjadi gula semuanya, maka tebu pun diolah menjadi pakan ternak dan alkohol. Selain itu tsanaman tebu (Sacharum officanarum L) merupakan tanaman perkebunan semusim yang mempunyai sifat tersendiri, sebab di dalam batangnya terdapat zat gula. Tebu termasuk keluarga rumput- rumputan ( Gramineae) seperti halnya padi, jagung glagah, bambu dan lain- lain. Daun tebu ini bisa digunakan sebagai bahan bakar untuk memesak. Karena daun tebu kering cepat panas, pembakarannya setara dengan minyak tanah (Comic, 2010). Berdasarkan karakteristik Daunnya, daun tebu merupakan daun tidak lengkap, yang terdiri dari helai daun dan pelepah daun saja, sedang tangkai daunnya tidak ada. Diantara pelepah daun dan helai daun bagian sisi luar terdapat sendi segitiga daun, sedang pada bagian sisi dalamnya terdapat lidah daun. Yang perlu diperhatikan dalam mempelajari tanda pengenal yang terdapat pada daun ialah pelepah daun dengan bagian-bagiannya terutama bulu-bulu bidang punggung dan telinga dalam (Indrawanto, 2010).
1 ) . Morfologi dan Botani tanaman tebu
a.       Morfologi tanaman tebu
Morfologi batang tebu, batang tebu biasanya tumbuh tegak atau berdiri lurus mencapai ketinggian antara 2,5 m – 4 m atau lebih, batang dari tanaman tebu tersusun dari ruas-ruas dan diantara ruas-ruas tersebut dibatasi oleh buku-buku ruas dimana terletak mata yang dapat tumbuh menjadi kuncup tanaman baru. Disamping itu terdapat mata akar tempat keluarnya akar untuk kehidupan kuncup tersebut, yang perlu diperhatikan untuk mempelajari tanda pengenal yang terdapat pada batang yaitu harus benar-benar diperhatikan bentuk ruasnya, disamping itu juga sifat-sifat yang terdapat pada ruas itu sendiri.
Morfologi dari daun tebu, dimana daun tebu sendiri merupakan daun yang tidak lengkap karena hanya tersusun dari pelepah daun dan helai daun, pada daun tebu sendiri tidak memiliki tangkai daun. Diantara pelepah daun dan helai daun bagian sisi luar terdapat sendi segitiga daun, sedangkan pada sisi bagian dalamnya terdapat lidah daun. Selain itu juga terdapat bulu-bulu dan duri di sekitar pelepah dan helai daun. Adanya bulu pada daun tebu juga menyebabkan gatal pada kulit jika kita bersentuhan langsung dengan daunnya. Kondisi ini kadang membuat kurang berminatnya petani membudidayakan tebu jika masih ada alternatif tanaman lain untuk dibudidayakan. Hal yang perlu diperhatikan untuk mempelajari tanda pengenal pada daun tanaman tebu ini yaitu dengan memperhatikan pelepah daun dan bagian-bagiannya, terutama bulu bidang punggung dan telinga dalam.
 Morfologi mata tunas tebu, dimana mata tunas sendiri adalah kuncup tebu yang terletak pada buku-buku ruas batang. Kuncup-kuncup ini berada di ujung pangkal sebelah kanan dan sebelah kiri secara bergantian. Mata tunas ini selalu terlindungi oleh pelepah daun karena keberadaannya yang tepat dibawak ketiak daun. Hal yang perlu diperhatikan dalam mempelajari tanda-tanda dari mata tunas yaitu dengan tepi sayap mata, rambut jambul dan rambut tepi basal mata.
Morfologi bunga tebu, bunga tebu sendiri tersusun dalam malai dan bentuknya piramida dengan panjang antara 50 cm-80 cm. cabang bunga tahap pertama merupakan karangan bunga, sedangkan cabang bunga tahap kedua merupakan tandan buah.
b.      Botani tanaman tebu

Menurut Suwarto dan Octavianty (2010), tanaman tebu dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Divisi               : Spermatophyta
Sub divisi        : Angiospermae
Kelas               : Monocotyledonae
Ordo                : Poales
Familia            : Poaceae
Genus              : Saccharum
Spesies            : Saccharum officinarum

2 ). Syarat tumbuh tanaman tebu
A.    Iklim
Tanaman tebu dapat tumbuh di daerah beriklim panas dan sedang (daerah tropik dan subtropik) dengan daerah penyebaran yang sangat luas yaitu antara 35o LS dan 39o LU. Unsur – unsur iklim yang penting bagi pertumbuhan tanaman tebu adalah curah hujan, sinar matahari, angin, suhu, dan kelembaban udara.
B.     Curah  hujan
Tanaman tebu banyak membutuhkan air selama masa pertumbuhan vegetatifnya, namun menghendaki keadaan kering menjelang berakhirnya masa petumbuhan vegetatif agar proses pemasakan (pembentukan gula) dapat berlangsung dengan baik. Berdasarkan kebutuhan air pada setiap fase pertumbuhannya, maka secara ideal curah hujan yang diperlukan adalah 200 mm per bulan selama 5 – 6 bulan berturutan, 2 bulan transisi dengan curah hujan 125 mm per bulan, dan 4 – 5 bulan berturutan dengan curah hujan kurang dari 75 mm tiap bulannya. Daerah dataran rendah dengan curah hujan tahunan 1.500 – 3.000 mm dengan penyebaran hujan yang sesuai dengan pertumbuhan dan kemasakan tebu merupakan daerah yang sesuai untuk pengembangan tanaman tebu.
c.       Sinar Matahari
Radiasi sinar matahari sangat diperlukan oleh tanaman tebu untuk pertumbuhan dan terutama untuk proses fotosintesis yang menghasilkan gula. Jumlah curah hujan dan penyebarannya di suatu daerah akan menentukan besarnya intensitas radiasi sinar matahari. Cuaca berawan pada siang maupun malam hari bisa menghambat pembentukan gula. Pada siang hari, cuaca berawan menghambat proses fotosintesis, sedangkan pada malam hari menyebabkan naiknya suhu yang bisa mengurangi akumulasi gula karena meningkatnya proses pernafasan.
d.      Angin
       Angin dengan kecepatan kurang dari 10 km/jam adalah baik bagi pertumbuhan tebu karena dapat menurunkan suhu dan kadar CO2 di sekitar tajuk tebu sehingga fotosintesis tetap berlangsung dengan baik. Kecepatan angin yang lebih dari 10 km/jam disertai hujan lebat, bisa menyebabkan robohnya tanaman tebu yang sudah tinggi.
e.       Suhu
Suhu sangat menentukan kecepatan pertumbuhan tanaman tebu, sebab suhu terutama mempengaruhi pertumbuhan menebal dan memanjang tanaman ini. Suhu siang hari yang hangat atau panas dan suhu malam hari yang rendah diperlukan untuk proses penimbunan sukrosa pada batang tebu. Suhu optimal untuk pertumbuhan tebu berkisar antara 24 – 30 oC, beda suhu musiman tidak lebih dari 6o, dan beda suhu siang dan malam hari tidak lebih dari 100.
e.       Kelembaban Udara
Kelembaban udara tidak banyak berpengaruh pada pertumbuhan tebu asalkan kadar air cukup tersedia di dalam tanah, optimumnya < 80%.
g.   Kesesuaian Lahan
             Tanah merupakan faktor fisik yang terpenting bagi pertumbuhan tebu. Tanaman tebu dapat tumbuh dalam berbagai jenis tanah, namun tanah yang baik untuk pertumbuhan tebu adalah tanah yang dapat menjamin kecukupan air yang optimal. Tanah yang baik untuk tebu adalah tanah dengan solum dalam (>60 cm), lempung, baik yang berpasir dan lempung liat. Derajat keasaman (pH) tanah yang paling sesuai untuk pertumbuhan tebu berkisar antara 5,5 – 7,0. Tanah dengan pH di bawah 5,5 kurang baik bagi tanaman tebu karena dengan keadaan lingkungan tersebut sistem perakaran tidak dapat menyerap air maupun unsur hara dengan baik, sedangkan tanah dengan pH tinggi (di atas 7,0) sering mengalami kekurangan unsur P karena mengendap sebagai kapur fosfat, dan tanaman tebu akan mengalami “chlorosis” daunnya karena unsur Fe yang diperlukan untuk pembentukan daun tidak cukup tersedia. Tanaman tebu sangat tidak menghendaki tanah dengan kandungan Cl tinggi.
3 ) .  Budidaya tanaman Tebu
Diagram alir Budidaya tanaman tebu
Pembukan Lahan

Pengolahan lahan

Pembibitan

Penanaman

Pemeliharaan dan pemupukan 

Pengendalian hama dan penyakit

Panen


A.    Pembukaan Lahan
a) Pada lahan sawah dibuat petakan berukuran 1.000 m2. Parit membujur, melintang dibuat dengan lebar 50 cm dan dalam 50 cm. Selanjutnya dibuat parit keliling yang berjarak 1,3 m dari tepi lahan.
b)   Lubang tanam dibuat berupa parit dengan kedalaman 35 cm dengan jarak antar lubang tanam (parit) sejauh 1 m. Tanah galian ditumpuk di atas larikan diantara lubang tanam membentuk guludan. Setelah tanam, tanah guludan ini dipindahkan lagi ke tempat semula.
B. pengolahan lahan  
Pengolahan lahan dilakukan  dengan membuat parit keliling. Parit ini biasanya dibuat kira-kira 1,3 mdari tepi, karena kita harus memperhitungkan tempat buat pembuangan tanah yang kita gali.
Lebar yang ideal untuk parit keliling sekitar 70 cm dengan kedalaman 70 cm juga, hal ini penting untuk keluar masuknya air. Setelah selesai pparit keliling, seterusnya kita buat parit malang yang panjangnya 100 meter. Jarak antara parit malang yang satu dengan yang lain 10 meter. Dengan demikian setiap kotak yang kita buat ini akan memakan luas tanah 1000 meter persegi. 
Kalau lebar dan dalam parit malang itu 50 cm, maka lebar dan dalam parut mujur 70 cm. ketika membuat parit malang dan mujur tanah hasil galian kita buang selang-seling di sisi kiri dan kanan supaya tidak menghalangi saat membuat “jegongan” (galian tanah) untuk menanam bibit.
Kemudian setelah parit malang, parit mujur, dan parit keliling semuanya telah jadi, selanjutnya membuat lubang-lubang untuk yang akan kita masuki bibit.
Pembagian yang paling ideal untuk membuat lubang dan parit malang yang panjangnya 100 meter adalah sebagai berikut :
http://2.bp.blogspot.com/-z1XXiBQO-qU/UPs8FGC1KxI/AAAAAAAABmc/qqdXggQVEgA/s1600/budidaya+tebu+cara+menanam+tebu.jpg

•    Parit mujur 1 x 70 cm                 = 70 cm
•    Jalan dan pembuangan galian 1 x 130 cm     = 130 cm
•    Lubang tanam 100 x 40 cm             = 4.000 cm
•    Galengan 100 x 58 cm             = 5.800cm

Dan kedalaman lubang tanam untuk tanaman adalah 35 cm. waktu pengolahan tanah yyang tepat adalah saat musim panas yaitu antara bulan April, Mei, dan awal Juni. Dengan demikian apabila ada tanah bekas sawah yang akan ditanami tebu, sisa air bekat tanaman ppai bisa dikeringkan dahulu. Apabila tanah yang akan kita Tanami tebu bekas padi, maka tanah harus di cangkul dan dibalik agar zat asamnya mengurang, biarkan tanah yang sudah kita balik selama satu bulan.
C.     Pembibitan
Bibit yang akan ditanam berupa bibit pucuk,bibit batang muda,  bibit rayungan dan  bibit siwilan
a)    Bibit pucuk Bibit diambil dari bagian pucuk tebu yang akan digiling berumur 12 bulan. Jumlah mata (bakal tunas baru) yang diambil 2-3 sepanjang 20 cm. Daun kering yang membungkus batang tidak dibuang agar melindungi mata tebu. Biaya bibit lebih murah karena tidak memerlukan pembibitan, bibit mudah diangkut karena tidak mudah rusak, pertumbuhan bibit pucuk tidak memerlukan banyak air. Penggunaan bibit pucuk hanya dapat dilakukan jika kebun telah berporduksi.
b)   Bibit batang muda Dikenal pula dengan nama bibit mentah / bibit krecekan. Berasal dari tanaman berumur 5-7 bulan. Seluruh batang tebu dapat diambil dan dijadikan 3 stek. Setiap stek terdiri atas 2-3 mata tunas. Untuk mendapatkan bibit, tanaman dipotong, daun pembungkus batang tidak dibuang.1 hektar tanaman kebun bibit bagal dapat menghasilkan bibit untuk keperluan 10 hektar.
c)     Bibit rayungan (1 atau 2 tunas) Bibit diambil dari tanaman tebu khusus untuk pembibitan berupa stek yang tumbuh tunasnya tetapi akar belum keluar. Bibit ini dibuat dengan cara:
1.      Melepas daun-daun agar pertumbuhan mata tunas tidak terhambat.
2.      Batang tanaman tebu dipangkas 1 bulan sebelum bibit rayungan dipakai.
3.      Tanaman tebu dipupuk sebanyak 50 kg/ha Bibit ini memerlukan banyak air dan pertumbuhannya lebih cepat daripada bibit bagal. 1 hektar tanaman kebun bibit rayungan dapat menghasilkan bibit untuk 10 hektar areal tebu.
Kelemahan bibit rayungan adalah tunas sering rusak pada waktu pengangkutan dan tidak dapat disimpan lama seperti halnya bibit bagal. d) Bibit siwilan Bibit ini diambil dari tunas-tunas baru dari tanaman yang pucuknya sudah mati. Perawatan bibit siwilan sama dengan bibit rayungan.
D.   Penanaman
Pertama-tama ratakan lahan dan genburkan dengan di bajak, kemudian tanah dibuat guludan rendah dengan jarak yang bisa disesuaikan luas lahan. Selanjutnya tanam bibit tebu sedalam + 5-10 cm dengan posisi miring. Sesuaikan dengan masa giling pabrik gula yang basanya pada bulan Mei, Juni dan Juli sehingga saat panen nanti bisa sama dengan masa giling pabrik.
Pengolahan Media Tanam Terdapat dua jenis cara mempersiapkan lahan perkebunan tebu yaitu cara reynoso dan bajak. Persiapan Disebut juga dengan cara Cemplongan dan dilakukan di tanah sawah. Pada cara ini tanah tidak seluruhnya diolah, yang digali hanya lubang tanamnya.

E.     Pemeliharaan dan pemupukan

Lakukan pengairan secara teratusr setiap 1-2 minggu sekali dari awal tanam sampai umur 2 bulan. Setelahnya pengairan diberikan jika diperlukan saja. Pada umur 5-7 hari setelah tanam kontrol apakah ada yang mati atau tidak, jika ada yang mati segera lakukan penyulaman maksimal sampai usia tanam 1,5 bulan dengan sulaman seragam seperti tanaman yang bisa tumbuh baik. Perawatan selanjutnya adalah pembersihan rumput liar jika sudah dirasa terlalu banyak dan peninggian guludan setelah usia tanam 2 bulan. Perhatikan juga drainase lahan agar saat musim hujan tiba maka tidak terjadi genangan air yang membuat busuk tanaman. Lakukan beset/perontokan daun kering sebanyak 3 kali dalam sekali musim tanam, yakni saat sebelum gulud, tanaman berumur 7 bulan, dan 4 minggu sebelum tebu di panen. Apabila ada tanaman yang roboh, ikat tanaman tebu yang roboh dengan tanaman lain satu rumpun agar tanaman tebu bisa tegak dan tumbuh maksimal.  
Pemupukan sebelum tanam bisa diberikan TSP sebanyak 1 kwintal per hektarnya. Setelah umur tanaman menginjak 25 hari, berikan pupuk ZA 0,5-1 kwintal per hektar dengan cara ditaburkan di dekat tanaman. Sedangkan untuk tanaman yang sudah berumur 1,5 bulan maka diberikan ZA 0,5 – 1 kwintal per hektar dan KCl 1-2 kwintal per hektar ditaburkan di dekat tanaman
F.      Pengendalin hama dan penyakit
Hama penyakit tebu dan penanganannya adalah sebagai berikut:
1. Hama Penggerek Pucuk dan batang
Biasanya menyerang mulai umur 3 – 5 bulan. Kendalikan dengan musuh alami Tricogramma sp dan lalat Jatiroto, semprot PESTONA / Natural BVR.
2. Hama Tikus
Kendalikan dengan gropyokan, musuh alami yaitu : ular, anjing atau burung hantu.
3. Penyakit Fusarium Pokkahbung
Penyebab jamur Gibbrella moniliformis. Tandanya daun klorosis, pelepah daun tidak sempurna dan pertumbuhan terhambat, ruas-ruas bengkok dan sedikit gepeng serta terjadi pembusukan dari daun ke batang. Penyemprotan dengan 2 sendok makan Natural GLIO + 2 sendok makan gula pasir dalam tangki semprot 14 atau 17 liter pada daun-daun muda setiap minggu, pengembusan tepung kapur tembaga ( 1 : 4 : 5 )
4. Penyakit Dongkelan
Penyebab jamur Marasnius sacchari, yang bias mempengaruhi berat dan rendemen tebu. Gejala, tanaman tua sakit tiba-tiba, daun mengering dari luar ke
dalam. Pengendalian dengan cara penjemuran dan pengeringan tanah, harus dijaga, sebarkan Natural GLIO sejak awal.
G.    Panen
Pemanenan tebu bisa dilakukan seteah umur 10-12 bulan setelah tanam. Biasanya tebu yang berumur 10 bulan mengandung 10 % saccharose dan yang berumur 12 bulan sekitar 13 % saccharose.
4 ) . kajian pengaruh iklim terhadap tanaman tebu
Iklim merupakan gabungan berbagai kondisi cuaca sehari-hari atau dikatakan iklim adalah merupakan rata-rata cuaca. Iklim merupakan faktor produksi tanaman yang penting, tetapi sangat sulit dikendalikan sehingga resiko produksi tanaman yang ditimbulkan oleh iklim kadang-kadang relatif tinggi. Untuk memperkecil risiko tersebut, beberapa gatra (aspek) seperti penyesuaian terhadap iklim, substitusi unsur-unsur iklim, modifikasi iklim dan prakiraan musim perlu dipahami. Pertanian maju pada waktu yang akan datang harus melaksanakan berbagai gatra tadi bersama-sama karena kemungkinan tidak ada lagi lahan yang iklimnya benar-benar sesuai untuk suatu tanaman.
Iklim mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia dan organisme lain yang hidup di muka bumi. Oleh karena itu, pengetahuan tentang iklim sangat dibutuhkan. Dalam kehidupan sehari-hari, iklim akan mempengaruhi jenis tanaman yang sesuai untuk dibudidayakan pada suatu kawasan. Penjadwalan budidaya pertanian dan teknik budidaya yang dilakukan petani, pengetahuan tentang iklim penting artinya dalam sektor pertanian.
Pengaruh iklim terhadap tanaman diawali oleh pengaruh langsung cuaca, terutama pengaruh radiasi dan suhu terhadap fotosintesis, respirasi, transpirasi, dan proses-proses metabolisme didalam sel organ tanaman. Fotosintesis dan respirasi adalah proses biokimia, sehingga memerlukan katalisator sebagai proses kimia fisik. Kecepatan proses tergantung pada aktivitas katalisator yang diatur oleh suhu. Pada kisaran suhu toleransi, semakin tinggi suhu akan mempercepat proses dan meningkatkan produksi.
Bersama-sama dengan faktor-faktor lingkungan yang lain, iklim berpengaruh terhadap hasil tanaman (pertanian) : TANAH + IKLIM/ CUACA + TANAMAN → HASIL TANAMAN Kita melihat tiga faktor utama yang menentukan hasil tanaman. Supaya hasil yang diperoleh optimum, maka ketiga faktor tersebut juga harus dalam keadaan optimum seimbang. Jika penguasaan kita terhadap ketiga faktor tersebut tidaklah seimbang, maka jika kita menanam modal untuk mempertinggi produksi, hasilnya akan kurang memuaskan. Hal ini mengingat setiap hasil usaha juga akan ditentukan oleh faktor yang berada dalam keadaan minimum. Jadi bila dari ketiga faktor tadi, penguasaan kita terhadap iklim masih sangat kurang, maka faktor itulah yang merupakan faktor pembatas.
Sebagai contoh Indonesia diketahui sebagai negara tropis. Sebagian besar kawasannya ditandai oleh adanya iklim musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Sebagian besar kawasannya juga masih tadah hujan. Untuk kawasan semacam ini pada umumnya dalam musim hujan air berlimpah, tetapi sebaliknya pada musim kemarau air tetap merupakan faktor pembatas. Dengan hal semacam ini, negara yang dikatakan subur makmur akhirnya hanya dapat bertanam satu kali walaupun sebenarnya alam memungkinkan untuk dapat bertanam berulang kali dalam satu tahun. Kalau air tersedia, mungkin kita dapat bertanam dua atau tiga kali. Sudah barang tentu supaya kita dapat menguasai dan memanfaatkan hujan tersebut sebaik-baiknya, sifatnya harus diketahui benar-benar.
Iklim merupakan salah satu faktor lingkungan yang peranannya dalam pertanian seolah-olah tidak pasti. Jika terjadi kesan semacam itu sebenarnya hanya sebagai akibat dan sifat manusia yang umumnya mudah lupa. Peranan iklim dalam budidaya tanaman sampai saat ini jelas cukup besar. Hampir tidak ada tanaman di alam terbuka di bumi ini yang hasilnya tidak ditentukan oleh iklim. Pada waktu unsur-unsur iklim dalam kondisi normal, umumnya orang lupa betapa besarnya peranan menguntungkan, biasanya hanya diingat bahwa keberhasilan tadi semata-mata hasil jerih payah manusia. Kebanggaan yang sebenarnya secara tidak sadar menipu diri sendiri itu akan terlihat ketika seseorang atau mereka terkejut karena walaupun sudah menerapkan berbagai teknologi, ternyata usaha budidaya pertanian gagal, mungkin akibat hujan tidak datang atau datang tetapi tidak cukup, karena banjir atau adanya night frost, angin ribut atau yang lain. Sikap seperti itu ditemukan juga di Indonesia. Jarang sekali orang menyebutkan pengaruh cuaca.
Pada umumnya orang hanya menyebutkan peningkatan produksi budidaya karena teknologi yang mereka gunakan. Seperti misalnya produksi naik karena jenis unggul, pupuk, pestisida, dan lain-lain. Menyebut keberhasilan teknologi tidak dilarang, tetapi harus adil. Jika keberhasilan semata-mata hasil jerih payahnya, manusia juga harus bertanggung jawab jika ada kegagalan sebagai dampak perbuatannya. Hal ini perlu diungkapkan karena umumnya jika ada kegagalan, iklim sangat sering dijadikan kambing hitam. Masalah yang sebenarnya adalah faktor iklim memang merupakan faktor produksi yang sukar dikendalikan. Oleh sebab itu, kita harus pandai mengelola supaya produksi tanaman di samping tinggi, juga stabil atau setidaknya jika terjadi risiko karena iklim, jangan berpengaruh terlalu besar terhadap ketersediaan produksi tanaman.
Kondisi iklim di suatu daerah, terutama penerimaan radiasi matahari, kondisi suhu udara dan tanah akan menentukan pertumbuhan, perkembangan serta kandungan kimiawi di organ. Dalam berbagai tulisan tentang bidang tanaman hampir selalu disebutkan tentang iklim yang cocok untuk jenis tanaman tertentu. Sebagai contoh tanaman tebu menghendaki curah hujan cukup, periode kering cukup, suhu udara yang relatif tinggi, dan sebagainya. Wilayah yang keadaan iklimnya cukup ideal untuk suatu jenis tanaman semacam itu umumnya tidak luas dan ini pun bukannya tanpa risiko iklim. Untuk hal tersebut sering timbul pertanyaan, mengapa meskipun iklimnya sudah ideal, masih dapat terjadi resiko karena iklim.
Sebelum menjelaskan pertanyaan itu, perlu kiranya kita menengok kembali pengetahuan yang sangat elementer tentang iklim. Iklim merupakan rata-rata cuaca. Dalam harga rata-rata ini secara implisit terdapat keadaan yang ekstrem. Misalnya jika disebutkan rata-rata jumlah bulan basah atau bulan kering, berarti ada jumlah bulan basah atau bulan kering yang terkecil atau terbesar. Jika seandainya suatu jenis tanaman memerlukan keadaan iklim ideal dengan empat bulan kering berturut-turut, tetapi sewaktu-waktu bulan keringnya lebih besar atau lebih kecil dari empat, berarti pada waktu itu tidak ideal. Keadaan yang kadang-kadang tidak ideal inilah yang tadi disebut risiko karena iklim.

            Iklim terdiri dari beberapa unsur seperti telah dijelaskan, secara keseluruhan berperan besar dalam budidaya tanaman. Walaupun unsur itu berpengaruh secara bersama, tetapi sampai batas tertentu dapat diketahui unsur yang menonjol peranannya untuk suatu komoditas atau wilayah tertentu. Di daerah tropis seperti Indonesia, unsur hujan dianggap menonjol. Khusus dalam bidang pertanian untuk berbagai wilayah, suhu dan curah hujan dianggap paling menonjol. Sekali lagi perlu diingat bahwa hal penonjolan ini tidak boleh melupakan peranan unsur-unsur yang lain. Jika dikatakan peranannya tidak menonjol, sebetulnya karena unsur itu hanya dapat dipastikan kehadirannya di suatu wilayah. Misalnya, di daerah tropis kehadiran radiasi, panjang hari, suhu udara yang relatif tinggi dan stabil menyebabkan peranan unsur-unsur tadi dianggap tidak menonjol sehingga unsur curah hujan dianggap paling menonjol. Curah hujan ini di suatu wilayah memang cukup besar variasinya. Dalam hal kesesuaian iklim untuk tanaman, beberapa klasifikasi iklim dapat dipergunakan. Di Indonesia misalnya untuk tanaman tahunan dapat menggunakan sistem klasifikasi Schmidt dan Fergusson (1951), untuk tanaman semusim (padi dan palawija) dapat menggunakan sistem Oldeman dan Sjariffudin (1977). Dalam memanfaatkan berbagai klasifikasi iklim tadi tetap diingat bahwa berbagai klasifikasi iklim terutama hanya membantu dalam perencanaan. Dalam pelaksanaan di lapangan masih harus dikaitkan kesesuaiannya bersama-sama dengan faktor lain misalnya tanah, tanaman, dan teknologi. Jika kita memilih tipe iklim yang sesuai untuk suatu komoditas tertentu, tujuan utamanya supaya risiko kegagalan relatif kecil yang berarti produksi tanaman relatif stabil. Semakin tinggi tingkat kesesuaian iklim untuk suatu jenis tanaman tertentu, berarti makin tahan terhadap dampak negatif dan faktor-faktor lain seperti terjadi kenaikan biaya produksi atau penurunan nilai jual produksi. Wilayah yang kelas kesesuaian iklimnya lebih tinggi akan mampu bertahan dari pada yang kelas kesesuainnya rendah.
Seperti telah disebutkan, semua unsur iklim berpengaruh bersama-sama terhadap tanaman. Budidaya tanaman konvensional tidak akan berhasil jika ada salah satu unsur iklim tidak hadir atau hadir tidak mencukupi. Dari beberapa unsur iklim yang dikenal, unsur curah hujan sering tidak hadir, baik untuk periode panjang atau pendek. Tidak hadirnya hujan ini dapat diganti atau disubstitusi dengan pengairan. Substitusi ini jika dapat dilaksanakan, di samping dapat menanam setiap waktu dan memilih waktu yang tepat, juga mempunyai keuntungan lain, yaitu kepastian panen yang lebih besar dan umumnya hasilnya pun lebih tinggi atau kualitasnya lebih baik. Di samping itu, ada jenis tanaman tertentu yang hasilnya lebih baik justru jika hujan tidak turun, tetapi ada pengairan, misalnya berbagai jenis tanaman hortikultura. Namun demikian, substitusi hujan tidak dapat dilaksanakan sebab belum pasti ada cadangan air di suatu wilayah. Peranan subtitusi hujan dalam bentuk pengairan di Indonesia cukup besar.
Cuaca dan iklim juga berpengaruh terhadap penanganan pasca panen. Pengelolaan terhadap produksi tanaman maupun hewan pascapanen di daerah pertanian sering dilakukan secara sederhana melalui proses alamiah, di antaranya proses penjemuran, penganginan, dan pemeraman pada atmosfer terbuka. Proses tersebut akan sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur iklim terutama intensitas, lama penyinaran matahari, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, dan curah hujan. Unsur-unsur iklim tersebut dapat mempengaruhi tinggi rendahnya kualitas hasil panen.
5 ). Permasalahan umum,  pengaruh iklim terhadap produksi tanaman  tebu
Kualitas tebu dipengaruhi oleh iklim, Walaupun tanaman yang sama namun iklim yang berbeda, maka kualitasnyapun berbeda. Secara umum persyaratan pertumbuhan tanaman tebu adalah sebagai berikut :
curah hujan rata-rata 2000 mm/tahun, Untuk tanaman dataran rendah, curah hujan rata-rata 2.000 mm/tahun, sedangkan untuk dataran tinggi, curah hujan rata-rata 1.500-3.500 mm/tahun. Suhu udara yang cocok antara 21-32 derajat C, pH antara 5-6. Ketinggian tempat yang paling cocok adalah 0 – 900 mdpl.
Beberapa kondisi iklim yang membuat kualitas tebu menurun adalah sebagai berikut:
a. Tanaman pada umumnya tidak menghendaki iklim yang kering atau pun iklim yang sangat basah.
b. Penyinaran cahaya matahari yang kurang dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman kurang baik sehingga produktivitasnya rendah. Oleh karena itu lokasi untuk tebu sebaiknya dipilih di tempat terbuka dan waktu tanam disesuaikan dengan jenisnya.
c. Curah hujan yang terus menerus mengurangi kualitas tebu.
d. Suhu udara yang cocok untuk pertumbuhan tebu berkisar antara 21-32,30 C.
e. Khusus kelembaban yang tinggi memudahkan pertumbuhan penyakit yang mengurangi  kualitas.
   1  . kekeringan
Tanaman tebu ( Saccharum officinarum L. ) merupakan salah satu bahan baku utama untuk membuat gula putih dan bioetanol. Di Indonesia, budidaya tebu telah berkembang di lahan kering dan marginal baik di Jawa maupun luar Jawa. Hal ini disebabkan lahan tebu di areal persawahan semakin menyusut. Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan tanaman tebu pada lahan kering saat musim kemarau ialah kekeringan pada saat fase kritis tanaman (fase pembentukan tunas dan pertumbuhan vegetatif).
Adanya periode-periode kekurangan air dalam masa pertumbuhan dan perkembangan tanaman mengakibatkan tanaman tebu menderita cekaman kekeringan sehingga produktivitas tanaman dari musim ke musim sangat berfluktuatif, bahkan menurun tajam bila kemarau panjang terjadi. Menurut Irrianto (2003), kehilangan hasil pada tanaman tebu akibat cekaman kekeringan secara kuantitatif dapat mencapai 40% dari potensi produksinya apabila terjadi pada fase kritis tanaman yaitu fase pertumbuhan tunas dan pertumbuhan vegetatif tanaman (sampai dengan umur 165 hari setelah tanam). Pada tahun 2005, ribuan hektar tanaman tebu milik petani di Jawa Barat mati karena kekeringan menyusul terjadinya kemarau panjang. Akibat kemarau panjang sedikitnya 30% tanaman tebu di wilayah Jawa Barat mati kekeringan (Nunung, 2006).
Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus menerus akan menyebabkan perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati (Haryati, 2008). Respon tanaman terhadap stres air sangat ditentukan oleh tingkat stres yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman saat mengalami cekaman. Respon tanaman yang mengalami cekaman kekeringan mencakup perubahan ditingkat seluler dan molekuler seperti perubahan pada pertumbuhan tanaman, volume sel menjadi lebih kecil, penurunan luas daun, daun menjadi tebal, adanya rambut pada daun, peningakatan ratio akar-tajuk, sensitivitas stomata, penurunan laju fotosintesis, perubahan metabolisme karbon dan nitrogen, perubahan produksi aktivitas enzim dan hormon, serta perubahan ekspresi (Sinaga, 2008).
Tumbuhan merespon kekurangan air dengan mengurangi laju transpirasi untuk penghematan air. Terjadinya kekurangan air pada daun akan menyebabkan sel-sel penjaga kehilangan turgornya. Suatu mekanisme kontrol tunggal yang memperlambat transpirasi dengan cara menutup stomata. Kekurangan air juga merangsang peningkatan sintesis dan pembebasan asam absisat dari sel-sel mesofil daun. Hormon ini membantu mempertahankan stomata tetap tertutup dengan cara bekerja pada membran sel penjaga. Daun juga berespon terhadap kekurangan air dengan cara lain. Karena pembesaran sel adalah suatu proses yang tergantung pada turgor, maka kekurangan air akan menghambat pertumbuhan daun muda. Respon ini meminimumkan kehilangan air melalui transpirasi dengan cara memperlambat peningkatan luas permukaan daun. Ketika daun dari kebanyakan rumput dan kebanyakan tumbuhan lain layu akibat kekurangan air, mereka akan menggulung menjadi suatu bentuk yang dapat mengurangi transpirasi dengan cara memaparkan sedikit saja permukaan daun ke matahari (Campbell, 2003).
Kedalaman perakaran sangat berpengaruh terhadap jumlah air yang diserap. Pada umumnya tanaman dengan pengairan yang baik mempunyai sistem perakaran yang lebih panjang daripada tanaman yang tumbuh pada tempat yang kering. Rendahnya kadar air tanah akan menurunkan perpanjangan akar, kedalaman penetrasi dan diameter akar (Haryati, 2006). Hasil penelitian Nour dan Weibel tahun 1978 menunjukkan bahwa kultivarkultivar sorghum yang lebih tahan terhadap kekeringan, mempunyai perkaran yang lebih banyak, volume akar lebih besar dan nisbah akar tajuk lebih tinggi daripada lini-lini yang rentan kekeringan (Goldsworthy dan Fisher, dalam Haryati, 2006).
Senyawa biokimia yang dihasilkan tanaman sebagai respon terhadap kekeringan dan berperan dalam penyesuaian osmotik bervariasi, antara lain gula-gula, asam amino, dan senyawa terlarut yang kompatibel. Senyawa osmotik yang banyak dipelajari pada toleransi tanaman terhadap kekeringan antara lain prolin, asam absisik, protein dehidrin, total gula, pati, sorbitol, vitamin C, asam organik, aspargin, glisin-betain, serta superoksida dismutase dan K+ yang bertujuan untuk menurunkan potensial osmotik sel tanpa membatasi fungsi enzim (Sinaga, 2008).
2.      Banjir 
Curah hujan yang tinggi  sangat  menentukan produksi tanaman tebu. Jika tanaman tebu mengalami kebanjiran maka produksi tanaman tebu akan berkurang maka harus memperhatikan sistem pengairanya atau irigasi bila tanaman tebu ditanam dilahan persawahan.  jika sampai air itu menggenang area tanaman tebu maka akan dapat menimbulkan kerusakan pada tanaman tebu ( terjadi pembusukan) yang dapat mengakibatkan turunnya kadar gula karena terlalu banyaknya air.
3.      Angin
Gangguan alamiah nan seringkali menyerang tebu ialah angin. Angin nan bertiup dengan kencang akan menyebabkan tanaman tebu tumbang. Jika ada angin kencang, terlebih dibarengi dengan turunnya hujan, mau tak mau petani harus segera memeriksa kondisi perkebunannya. Hal pertama nan dilakukan ialah mengecek tanaman tebu yang tumbang, lalu memeriksa genangan airnya.
Jika dalam perkebunan kita terdapat tanaman tebu nan tumbang, tindakan pertama sebaiknya harus segera dilakukan ialah mengikat tanaman tebu nan tumbang tersebut ke beberapa tanaman tebu lain nan masih berdiri kokoh, kemudian berusaha buat menegakkannya kembali. Perlu diketahui, jika tanaman miring atau tumbang tadi dibiarkan, akan menyebabkan tumbangnya tanaman tebu yang lain. Makin lama, tentunya tanaman yang tumbang tadi akan bertumpang tindih dengan tanaman lainnya.
Hasil tanaman tebu yang roboh atau miring ini tak akan sebaik tanaman yang berdiri tegak. Tanaman tebu miring atau tumbang akan membuang terlalu banyak energi buat menunjang kehidupannya, sedangkan energi yang dibuang percuma ini dapat saja digunakan tanaman yang tegak buat menambah jumlah kadar gula
















BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
 A.KESIMPULAN
Dari hasil makalah  ini dapat disimpulkan bahwa dalam penananam dan produksi tanaman tebu harus memperhatikan faktor iklim yang terjadi Jika sampai kekeringan maka akan terjadi pembusukan pada akar yang mengurangi kadar gula pada tanaman tebu.
Adanya periode-periode kekurangan air dalam masa pertumbuhan dan perkembangan tanaman tebu mengakibatkan tanaman tebu menderita cekaman kekeringan sehingga produktivitas tanaman dari musim ke musim sangat berfluktuatif, bahkan menurun tajam bila kemarau panjang terjadi.
Menurut Irrianto (2003), kehilangan hasil pada tanaman tebu akibat cekaman kekeringan secara kuantitatif dapat mencapai 40% dari potensi produksinya apabila terjadi pada fase kritis tanaman yaitu fase pertumbuhan tunas dan pertumbuhan vegetatif tanaman (sampai dengan umur 165 hari setelah tanam).
 B.Saran
Saran yang dapat saya berikan dalam makalah ini yaitu dalam budidaya tanaman tebu harus memperhatikan faktor iklim terutama faktor curah hujan dan suhu karena itu sangat menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman tebu.
Jika tanaman tebu mengalami kekeringan maka tanaman akan  merespon kekurangan air dengan mengurangi laju transpirasi untuk penghematan air. Terjadinya kekurangan air pada daun akan menyebabkan sel-sel penjaga kehilangan turgornya. Suatu mekanisme kontrol tunggal yang memperlambat transpirasi dengan cara menutup stomata. Kekurangan air juga merangsang peningkatan sintesis dan pembebasan asam absisat dari sel-sel mesofil daun.
Jadi sebelum melakukan penanaman maka harus memperhatikan laju perkembangan iklim sehingga pertumbuhan dan produksi tanaman tebu bisa dikendalikan dan dapat menigkatkan produksi yang yang maksimal.


DAFTAR PUSAKA



Tidak ada komentar:

Posting Komentar