TUGAS
KESUBURAN DAN KESEHATAN TANAH
KEBUTUHAN
UNSUR HARA PADA TANAMAN JAGUNG
DISUSUN
O
L
E
H
ISMAIL ARIFAL
NURHUDA
(422012001)
DOSEN
PENGASUH : Dr. Ir. Syarullah. Mp
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PALEMBANG JURUSAN AGROTEKNOLOGI (A)
2013-2014
PEMBAHASAN
A.
Tanaman jagung
Jagung
merupakan salah satu tanaman pangan yang dapat di andalkan dan dikembangkan
untuk menjadi komoditas unggulan pertanian kita. Untuk mendapatkan hasil yang
tinggi serta berkualitas, maka penanganan budidaya tanaman jagung haruslah
dilakukan secara tepat, cermat dan menyeluruh mulai dari pemilihan benih
unggul, pengolahan lahan, perawatan tanaman hingga pengendalian hama penyakit
dan penanganan pasca panennya.
B.
Peranan Unsur Hara bagi
Pertumbuhan Tanaman
Tanaman memerlukan makanan yang
sering disebut hara tanaman. Tanaman membutuhkan bahan organik untuk
mendapatkan energi dan pertumbuhannya, dengan menggunakan hara, tanaman dapat
memenuhi siklus hidupnya. Fungsi hara tidak dapat digantikan oleh unsur lain (Rosmarkam
dan Yuwono, 2002).
Tanaman terdiri atas bahan
organik 27%, air 70% dan mineral 3%. Analisis kimia menunjukkan bahwa pada
tubuh tanaman adanya berbagai unsur mineral dan unsur hara yang berbeda,
ketersediaan dalam medium yang berbeda dan juga tergantung pada organ tanaman
dan umur tanaman (Samekto, 2008).
MENAKAR KEBUTUHAN HARA TANAMAN
JAGUNG
A. Pemupukan Berbasis Kebutuhan Tanaman
Budidaya tanaman
adalah manajemen dalam memadukan teknologi dan kemampuan (skill) dalam
memanfaatkan sumberdaya, termasuk unsur hara yang diperlukan tanaman untuk
tumbuh dan menghasilkan produk secara efisien dan menguntungkan (Sanchez,
1976). Dalam dua dasawarsa terakhir, aplikasi teknologi penggunaan pupuk kimia
dan pestisida berkembang pesat. Penggunaan input agro kimia secara tidak
terkendali menjadi penyebab turunnya produktivitas, kualitas sumberdaya, dan
pencemaran lingkungan (Kruseman et al., 1993; Stringer, 1998). Berdasarkan
hal tersebut, pengembangan inovasi budidaya ke depan perlu memperhatikan
penggunaan input sesuai kebutuhan tanaman (feed what the crop needs)
tanpa menimbulkan dampak negatif bagi sumberdaya dan lingkungan.
Isu pertanian berkelanjutan (sustainable
agriculture) muncul setelah adanya kesalahan pada era Revolusi Hijau
(Sachs, 1987), di mana penggunaan bahan agro kimia cenderung berlebihan yang
mencemari lingkungan dan menurunkan kualitas produk pertanian. Budidaya
berkelanjutan mengaplikasikan teknologi yang bersifat efisien dan ramah
lingkungan (Suwandi dan Asandhi, 1995; Reijntjes et al., 1999).Input
yang digunakan lebih mengutamakan bahan organik atau bahan alami sebagai sumber
pupuk atau pestisida (Van Keulen, 1995). Sistem pertanian berkelanjutan telah
menjadi dasar kebijakan dalam pengembangan pertanian di setiap negara (Brown,
1989 ; Stringer, 1998).
Pertanian
berkelanjutan didefinisikan sebagai kegiatan usaha pertanian yang mantap secara
ekologis, berlanjut secara ekonomis, adil dalam pemanfaatan sumberdaya dan
distribusinya, manusiawi untuk semua aspek kehidupan, dan luwes terhadap
perubahan lingkungan usaha tani yang dinamis.
Pendekatan pola pertanian perspektif
atau sistem pakar dalam menakar kebutuhan hara tanaman ke depan diharapkan dapat
menggunakan model harmoni, yaitu sistem pakar yang mampu menjadi enabler
pencapaian tujuan keunggulan kompetitif usahatani. ini menggabungkan basis data
analisis tanah dan analisis tanaman, termasuk aspek tanaman spesifik. Data
hasil analisis tanah menjadi dasar penetapan kemampuan tanah menyediakan hara
yang dapat segera dimanfaatkan tanaman (Corey, 1973), sedangkan data hasil
analisis tanaman, baik periodik maupun serapan total hara tanaman (total
uptake), dapat dijadikan alat penakar kebutuhan hara tanaman untuk satuan
produksi di lapangan (Geraldson et al., 1973). Besarnya serapan total
hara untuk satuan produksi yang diharapkan dikurangi jumlah hara tanah yang
tersedia menjadi kebutuhan riil unsur hara yang dibutuhkan.
Masalah umum dalam pemupukan adalah
rendahnya efisiensi serapan hara oleh tanaman. Tingkat ketersediaan hara bagi
tanaman bergantung pada banyak faktor, antara lain status hara dalam tanah
dengan keragaman jenis dan sifatnya, ketersediaan air, jenis tanaman yang
diusahakan, dan pola pemupukan sebelumnya (Sanchez, 1976; Tisdale et al.,
1985). Dalam menakar kebutuhan hara tanaman, terdapat dua hal yang perlu
diperhatikan, yaitu karakteristik fisiologis dan ekologis tanaman.Upaya
peningkatan efisiensi penggunaan pupuk dapat ditempuh melalui prinsip tepat
jenis, tepat takaran, tepat cara, tepat waktu aplikasi, dan berimbang sesuai
kebutuhan tanaman.
Tanaman jagung membutuhkan paling kurang 13 unsur hara yang
diserap melalui tanah, yaitu N, P, K, Ca, Mg, S, Cl, Fe, Mn, Cu, Zn, B, dan Mo.
Hara N, P, dan K diperlukan dalam jumlah lebih banyak dan seringkali berada
dalam tingkat kekurangan, sehingga disebut hara primer. Hara Ca, Mg, dan S
diperlukan dalam jumlah sedang dan disebut hara sekunder. Hara primer dan hara
sekunder disebut hara makro. Hara Cl, Fe, Mn, Zn, Cu, B, dan Mo diperlukan
dalam jumlah sedikit dan disebut hara mikro.Unsur C, H, dan O diserap tanaman
dari air dan udara.
Pola serapan hara oleh tanaman
jagung dalam satu musim mengikuti pola akumulasi bahan kering sebagaimana
dijelaskan oleh Olson dan Sander (1988). N, P, dan K diserap tanaman pada
pertumbuhan fase 2 dan penyerapan ini berlangsung sangat cepat selama fase
vegetatif dan pengisian biji.Unsur hara N dan P diserap terus-menerus hingga
mendekati fase pemasakan biji, sedangkan K terutama diperlukan pada saat silking.
Sebagian besar N dan P dibawa ke titik tumbuh, batang, daun, dan bunga jantan,
lalu dialihkan ke dlam biji. Sebanyak 2/3 - 3/4 unsur K tertinggal di batang.
Dengan demikian, N dan P terangkut dari tanah melalui biji saat panen, tetapi K
tidak. Kandungan hara tanaman jagung yang memberikan hasil biji 9,45 ton/Ha disajikan
dalam Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Hara Tanaman Jagung dengan Hasil
Biji 9,45 Ton/Ha
UNSUR HARA
|
DALAM BIJI
|
DALAM BATANG
|
TOTAL
|
N
|
129
|
62
|
191
|
P
|
31
|
8
|
39
|
K
|
39
|
157
|
196
|
Ca
|
1,5
|
39
|
40,5
|
Mg
|
11
|
33
|
44
|
S
|
12
|
9
|
21
|
C1
|
4,5
|
76
|
80,5
|
Fe
|
0,11
|
2,02
|
2,13
|
Mn
|
0,06
|
0,28
|
0,34
|
Cu
|
0,02
|
0,09
|
0,11
|
Zn
|
0,19
|
0,19
|
0,38
|
B
|
0,05
|
0,14
|
0,19
|
Mo
|
0,06
|
0,003
|
0,009
|
Sumber: Barber &Olsen, 1968 cit. Olson
& Sander, 1988
Tanaman akan tanggap terhadap pupuk
jika kadar hara berada di bawah titik kritis. Artinya, pemupukan hanya akan
efektif jika diberikan dalam dosis di atas titik kritisnya. Hal ini disebabkan
tidak semua pupuk yang diberikan kepada tanaman dapat diserap oleh tanaman yang
bersangkutan. N yang dapat diserap hanya sekitar 55 - 60% (Patrick and
Reddy, 1976), P sekitar 20% (Hagin and Tucker, 1982), K sekitar 50 - 70%
(Tisdale and Nelson, 1975), dan S sekitar 33% (Morris, 1987). Batas kritis kekurangan
hara pada daun tanaman jagung pada saat silking di daerah pengembangan
di Jawa disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Batas Kritis Kekurangan Hara dalam Daun ke-5, 6, 7, dan Saat Silking
Tabel 2. Batas Kritis Kekurangan Hara dalam Daun ke-5, 6, 7, dan Saat Silking
Hara tanaman
|
Batas kritis kekurangan hara
|
N
|
1,40%
|
P
|
0,16%
|
K
|
2,00%
|
S
|
0,12%
|
Ca
|
0,50%
|
Mg
|
0,30%
|
Fe
|
200 ppm
|
Zn
|
15 ppm
|
Sumber: Fathan et al., 1988
Selain takaran, waktu dan cara
pemupukan juga sangat menentukan efisiensi penggunaan pupuk. Hal ini berkaitan
dengan laju pertumbuhan tanaman di mana hara dibutuhkan tanaman dan kehilangan
pupuk melalui proses pencucian (leaching), penguapan, dan pengikatan (fixation).
Unsur N banyak mengalami penguapan dan pencucian, unsur P banyak terfiksasi
oleh partikel tanah, dan unsur K banyak tercuci.
Untuk mengurangi tingkat kehilangan
unsur N, pemberian pupuk N harus dilakukan secara bertahap. Pemberian pupuk N
dalam 3 tahap, yaitu 1/3 dosis pada saat tanam, 1/3 dosis pada umur 30 hari
setelah tanam (HST) dan 1/3 dosis pada umur 45 HST, memberikan hasil yang
terbaik dengan meningkatkan efisiensi pemupukan sebesar 48,3% (Triutomo dkk.,
1991). Teknik pemberian pupuk N secara tugal (pointed) atau larik
(dressed) lebih hemat 55 - 66% daripada disebar (broadcasted) atau
disiramkan (soluted). Pemberian 45 Kg N/Ha secara tugal atau larik
memberikan hasil yang setara dengan 90 Kg N/Ha secara sebar atau siram (Fadhly
dkk., 1993).
Pupuk P sebaiknya diberikan sekali
atau semua pada awal atau saat tanam. Pemberian pupuk P secara larik lebih
efektif daripada secara tugal. Pemberian 60 Kg/Ha secara memberikan hasil yang
setara dengan 120 Kg/Ha secara tugal (Subandhi dkk., 1990).
Pemberian pupuk K dipengaruhi oleh
jenis tanah. Pada tanah Ultisol yang bereaksi masam, pupuk K lebih baik
diberikan secara bertahap, yaitu 1/2 dosis pada saat tanam dan 1/2 dosis pada
umur 45 HST. Pada tanah kapuran (bereaksi basa), justru sebaliknya pupuk K
lebih efektif diberikan semuanya pada saat tanam (Syafruddin dkk., 1997). Hal
ini diisebabkan pada tanah kapuran, Ca akan dominan diserap tanaman jika pupuk
K terlambat diberikan. Penyerapan Ca akan menghambat serapan K karena ion Ca2+
lebih mobil daripada ion K+.
Pada lahan kering yang bereaksi
masam, khususnya tanah Oxisol dan Ultisol, masalah utama pengembangan tanaman
jagung dan palawija adalah kadar Al yang tinggi. Pada tanah sulfat masam,
kondisi tersebut diperburuk lagi oleh kadar Fe yang tinggi yang dapat meracuni
tanaman. Meskipun tanaman jagung cukup toleran terhadap keracunan Al hingga
tingkat kejenuhan 40%, tetapi pada tingkat kejenuhan Al 68,5% tidak akan
menghasilkan biji. pemberian kapur mutlak diperlukan untuk menetralisir Al dan
Fe serta meningkatkan pH tanah dan ketersediaan hara lainnya. Pemberian bahan
kapur dengan kadar 25% Ca (Muhadjir dkk., 1989) atau dengan dosis 1 - 3 ton/Ha
dapat memberikan hasil jagung tertinggi dengan peningkatan sebesar 30%
(Raihana, 1993).
Pemupukan pada tanaman semusim pada
umumnya ditujukan pada pemenuhan kebutuhan hara selama musim tanam atau total
kebutuhan pupuk untuk setiap tanaman. Meskipun bervariasi, takaran pupuk
tanaman semusim yang berumur > 2 bulan berkisar antara 100 - 200 Kg N, 50 -
180 Kg P2O5, dan 50 - 150 Kg K2O per Ha. Berdasarkan analisis dinamika unsur
hara NPK dan umur fisiologis tanaman, aplikasi pupuk N dimulai pada saat tanam
hingga maksimum 2/3 umur tanaman, sedangkan pupuk P dan K diaplikasikan sebelum
tanam atau sebagian ditambahkan sebelum fase vegetatif maksimum. Selain NPK,
perhatian terhadap hara sekunder seperti Ca, Mg, dan S menjadi relevan dengan
budidaya yang intensif. Kekurangan Ca dan Mg dapat menurunkan hasil antara 5 -
30%. Pemberian Ca dan Mg dari sumber dolomit dengan takaran 1,5 ton/Ha nyata
meningkatkan hasil, sekaligus mengatasi masalah kekurangan hara Ca dan Mg pada
tanah Andosol di dataran tinggi (Suwandi, 1982; 1988).
Upaya mengoptimalkan produksi
tanaman ke depan masih dan akan terus bertumpu pada penggunaan input
luar, termasuk pupuk organik dan kimia. Tingkat ketersediaan hara tanah bagi
tanaman bergantung pada jenis tanah dan kesuburannya, Perbedaan kebutuhan hara
tanaman disebabkan oleh perbedaan kemamouan tanaman atau varietas dalam hal
menyerap hara dan perbedaan pengelolaan input (Hilman dan Suwandi,
1992). Atas dasar itu, sistem pakar harmoni yang menggunakan basis data
analisis tanah dan tanaman dalam menakar kebutuhan hara bagi tanaman dan expertise
judgement dalam pengelolaannya menjadi relevan dikembangkan dalam usahatani
berkelanjutan.
B. Dinamika
Hara dalam Tanah dan Tanaman Jagung
Secara ekologis, terdapat perbedaan
tingkat kesuburan yang tegas antara tanah-tanah di dataran tinggi dengan di
dataran rendah. Jenis tanah di dataran tinggi pada umumnya Inceptisol sampai
Entisol (Latosol hingga Andosol) dengan tingkat kesuburan rendah hingga sedang,
sedangkan di dataran rendah pada umumnya Vertisol, Latosol, dan Aluvial dengan
tingkat kesuburan sedang hingga tinggi (Nurtika dan Suwandi, 1992). Secara
alami, berbagai jenis tanah tersebut memiliki sifat dan ciri khusus, misalnya
perbedaan kemasaman, tingkat kesuburan, dan ketersediaan hara N, P, K, Ca, Mg,
dan S. Dinamika hara pada ekosistem ini dipengaruhi oleh lingkungan ekologi,
yaitu suhu tanah yang batas tertentu mempengaruhi mobilitas unsur hara yang
dapat dimanfaatkan oleh tanaman (Epstein, 1978; Wien, 1997).
C. Kesuburan
Tanah
Kesuburan tanah adalah mutu tanah
untuk bercocok tanam yang ditentukan oleh sejumlah sifat fisika, kimia, dan
biologi bagian tubuh tanah yang menjadi habitat akar-akar aktif tanaman.
Kesuburan habitat akar dapat bersifat hakiki dari bagian tubuh tanah yang
bersangkutan, diimbas (induced) oleh kondisi bagian lain tubuh tanah,
dan/atau diciptakan oleh pengaruh anasir lain dari lahan, yaitu bentuk muka
lahan, iklim, dan musim (Notohadiprawiro dkk., 2006). Kesuburan tanah merupakan
kemampuan tanah menghasilkan bahan tanaman yang dipanen, maka disebut juga daya
menghasilkan bahan panen atau produktivitas, yang diukur dengan bobot bahan
kering yang dipungut per satuan luas per satuan waktu (Schroeder, 1984).
Karena tujuan agronomi (hasil panen)
yang dikehendaki dari pengusahaan suatu tanaman berbeda-beda, maka
kriteria dan ukuran optimum kesuburan tanah juga berbeda-beda. Setiap kombinasi
jenis tanah, tanaman, dan hasil panen memerlukan cara pengelolaan kesuburan
tanah sendiri-sendiri. Meskipun jenis tanamannya sama, pengelolaan kesuburan
tanahnya tidak dapat disamakan jika jenis hasil panennya berbeda. Dengan demikian,
pengelolaan kesuburan tanah tidak mungkin diselenggarakan dengan paket umum.
Kesuburan tanah tidak ditentukan
oleh jumlah pengaruh tiap variabel sendiri-sendiri, tetapi oleh daya pengaruh
yang timbul dari hubungan interaktif atau kompensatif antar variabel. Hampir
semua proses dan kejadian dalam tanah hanya dapat berlangsung karena adanya air
sebagai pelaku (agent) atau medium. Proses-proses utama yang menciptakan
kesuburan tanah atau sebaliknya mendorong degradasi tanah adalah hidrolisis, pelarutan,
alihrupa (transformation), dan alihtempat (translocation) yang
dapat menjrurs kepada pelindian (leaching), serta reduksi (gleisasi)
yang dijalankan oleh air. Secara bersama-sama tekstur, struktur, mineralogi
lempung dan bahan organik menentukan dinamika lengas tanah. Oleh karena itu,
pengelolaan lengas tanah menjadi pokok pengelolaan kesuburan tanah.
Struktur sendiri merupakan hasil
interaksi antara tekstur, mineralogi lempung, bahan organik, dan kation-kation
tertukarkan serta ketersediaan bahan perekat (gamping, zat kersik, feri oksida,
dan hidroksida). Jumlah hara dan lengas tersediakan menjadi lebih banyak jika
volum atau tebal tubuh tanah yang terjangkau perakaran tanaman lebih besar.
Volum atau tebal tubuh tanah itu disebut volum atau tebal mempan (effective
volume or depth) yang merupakan fungsi struktur, konsistensi, dan agihannya
(distribution). Dari irisan tegak tanah (profil tanah) akan terlihat
lapisan-lapisan mendatar dan hubungan anatara tanah yang berada di permukaan
bumi dengan benda-benda di bawahnya sebagai pembentuk tanah. Lapisan-lapisan
yang terlihat masing-masing disebut horison, sedangkan horison-horison yang
terletak di atas bahan induk disebut solum (ladang). Lapisan tanah yang cukup
banyak mengandung bahan organik berwarna gelap atau sering disebut daerah utama
penimbunan bahan organik, atau dikenal dengan tanah atas, tanah olah atau topsoil.
Kedalaman topsoil kira-kira sama dengan lapis bajak.Lapisan di bawah topsoil
yang cukup mengalami pelapukan dan mengandung sedikit bahan organik disebut
tanah bawah atau subsoil.
Subsoil sangat
penting dalam menentuksan produktivitas tanah karena sangat sedikit
dipengaruhi oleh perubahan-perubahan kecil di lapangan, kecuali oleh
pengeringan. Bahkan jika akar-akar tidak menembus tanah, perembesan dan sifat
kimianya masih mungkin dipengaruhi oleh baik buruknya tanah sebagai medium
kehidupan tanaman. Sedangkan topsoil merupakan bagian utama untuk
perkembangan akar karena mengandung banyak unsur hara dan menyediakan sebagian
besar kebutuhan tanaman akan air. Lapisan ini dapat diolah sesuai keinginan dan
dapat diperlakukan pemupukan, pengapuran, dan drainase sehingga kesuburan dan
produksitivtasnya dapat ditingkatkan, dikurangi, atau dipertahankan sesuai
dengan hasil yang ingin dicapai. Oleh karena itu, pembicaraan mengenai
produktivitas tanah sebenarnya berkisar pada lapisan topsoil.
Hara diserap oleh tanaman
melalui aliran massa (mass flow), difusi, dan/atau serapan langsung oleh
akar (root interception). Dalam aliran massa, air menjadi pembawa hara,
mengalir dari tempat yang lebih basah (tegangan lengas lebih kecil) ke tempat
yang lebih kering (tegangan lengas lebih besar). Karena akar menyerap air,
tanah di sekitar perakaran menjadi lebih kering. Landaian (gradient)
kadar lengas tanah ini menjadi pengendali aliran massa beserta zat hara yang
terlarut di dalamnya menuju akar. Dalam difusi, air menjadi medium gerakan hara
terlarut. Zat hara terlarut bergerak dari tempat yang berlarutan lebih pekat
(tekanan osmose lebih tinggi) ke tempat berlarutan lebih encer (tekanan osmose
lebih rendah). Karena akar menyerap laruatn ahar, larutan tanah di sekitar
perkaran menjadi lebih encer sehingga terjadi gerakan difusi zat hara terlarut
menuju akar. Dalam serapan langsung oleh akar, ion hara diserap akar melalui
pertukaran ion antara akar dan larutan tanah (koloid tanah) atau antara akar
dengan kompleks jerapan (absorption) tanah. Proses respirasi akar
menghasilkan H+, OH-, dan HCO3-. Ion H+ dipertukarkan dengan hara kation,
sedangkan ion OH- dan HCO3- dipertukarkan dengan hara anion. Ion hara yang
sampai di permukaan akar melalui aliran massa dan difusi, juga diserap akar
melalui proses pertukaran ion. Oleh karena itu, kondisi dan suasana tanah yang
menghambat atau mengganggu respirasi akar akan merugikan penyerapan hara oleh
tanaman.
Aliran massa dan difusi akan memperluas
jangkaun akar memperoleh hara karena zat hara tidak perlu menempel pada
permukaan akar untuk dapat diserap. Hal ini penting untuk diperhatikan dari
segi efisiensi pemupukan, karena bahan pupuk tidak mungkin diletakkan menempel
pada akar, yang dapat mengakibatkan plasmolisis. Oleh karena itu, aliran massa
dan difusi merupakan mekanisme utama penyerapan hara oleh tanaman dan air
menjadi faktor penentu tindakan agronomi. Ada 3 titik pokok dinamika kelengasan
tanah, yaitu titik jenuh, kapasitas lapangan, dan titik layu tetap. Pada titik
jenuh, semua pori tanah, baik mikro maupun makro, terisi penuh oleh air. Pada
kapasitas lapangan, tanah tinggal mengandung air yang tertambat di dalam pori
mikro, sedangkan air yang semula mengisi pori makro telah hilang
terperkolasikan oleh kakas (force) gravitasi.
DAFTAR PUSAKA
http://www.pupuk-nasa.com/kelebihan-dan-kekurangan-unsur-hara-makro-dan-mikro/
http://diperta.blitarkota.go.id/profile/id/9.html
http://jagungmanistanam.blogspot.com/2011/12/skripsi-tanaman-jagung.html
Pertanyaan
-
Silahudi
alayubi
·
Bagaimana
ciri-ciri kekurangan unsur hara pada tanaman jagung..?
Jawaban
Kekurangan
unsur hara atau salah satu maupun beberapa unsur hara akan mengakibatkan
pertumbuhan tanaman tidak sebagaimana mestinya yaitu ada kelainan atau
penyimpangan-penyimpangan dan banyak pula tanaman yang mati muda.
Gejala
kekurangan ini cepat atau lambat akan terlihat pada tanaman, tergantung pada
jenis dan sifat tanaman. Ada tanaman yang cepat sekali memperlihatkan
tanda-tanda kekurangan atau sebaliknya ada yang lambat. Pada umumnya
pertama-tama akan terlihat pada bagian tanaman yang melakukan kegiatan
fisiologis terbesar yaitu pada bagian yang ada di atas tanah terutama pada
daun-daunnya.
Contoh salah satu tanaman kekurangan unsur hara yaitu :
-
Nitrogen
a. Warna
daun hijau agak kekuning-kuningan dan pada tanaman padi warna ini mulai dari
ujung daun menjalar ke tulang daun selanjutnya berubah menjadi kuning lengkap,
sehingga seluruh tanaman berwarna pucat kekuning-kuningan. Jaringan daun mati dan
inilah yang menyebabkan daun selanjutnya menjadi kering dan berwarna merah
kecoklatan.
b.
Pertumbuhan tanaman lambat dan kerdil
c.
Perkembangan buah tidak sempurna atau tidak baik, seringkali masak sebelum
waktunya
d. Dapat
menimbulkan daun penuh dengan serat, hal ini dikarenakan menebalnya membran sel
daun sedangkan selnya sendiri berukuran kecil-kecil
e. Dalam
keadaan kekurangan yang parah, daun menjadi kering, dimulai dari bagian bawah
terus ke bagian atas
- Fosfor (P)
a.
Terhambatnya pertumbuhan sistem perakaran, batang dan daun
b. Warna daun
seluruhnya berubah menjadi hijau tua/keabu-abuan, mengkilap, sering pula
terdapat pigmen merah pada daun bagian bawah, selanjutnya mati. Pada tepi daun,
cabang dan batang terdapat warna merah ungu yang lambat laun berubah menjadi
kuning.
c. Hasil
tanaman yang berupa bunga, buah dan biji merosot. Buahnya kerdil-kerdil, nampak
jelek dan lekas matang
itulah contoh
beberapa ciri-ciri tanaman kekurangan salah satu unsur hara
-
Muhamad bandar hindarto
·
Gejala
apa saja pada penyakit busuk batang tanaman jagung
Jawaban
-
Gejala
Penyakit busuk batang jagung dapat menyebabkan
kerusakan pada varietas rentan hingga 65%. Tanaman jagung yang
terserang penyakit ini tampak layu atau kering seluruh daunnya. Umumnya gejala
tersebut terjadi pada stadia generatif, yaitu setelah fase pembungaan. Pangkal
batang yang terinfeksi berubah warna dari hijau menjadi kecoklatan, bagian
dalam batang busuk, sehingga mudah rebah, dan bagian kulit luarnya tipis. Pada
pangkal batang yang terinfeksi akan memperlihatkan warna merah jambu, merah
kecoklatan atau coklat
-
Oktomy putra
·
Berapa
bnyak unsur hara yang diserap tanaman jagung..?
Jawaban
Tanaman jagung membutuhkan paling
kurang 13 unsur hara yang diserap melalui tanah, yaitu N, P, K, Ca, Mg, S, Cl,
Fe, Mn, Cu, Zn, B, dan Mo. Hara N, P, dan K diperlukan dalam jumlah lebih
banyak dan seringkali berada dalam tingkat kekurangan, sehingga disebut hara
primer. Hara Ca, Mg, dan S diperlukan dalam jumlah sedang dan disebut hara sekunder.
Hara primer dan hara sekunder disebut hara makro. Hara Cl, Fe, Mn, Zn, Cu, B,
dan Mo diperlukan dalam jumlah sedikit dan disebut hara mikro.Unsur C, H, dan O
diserap tanaman dari air dan udara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar